Kisah Tukang Cukur Legendaris di Kota Tegal, Sudah Generasi Ketiga, Jadi Langganan Wali Kota

Kisah Tukang Cukur Legendaris di Kota Tegal, Sudah Generasi Ketiga, Jadi Langganan Wali Kota

LAYANI PELANGGAN - Salafudin melayani pelanggan yang memangkas rambut di Kios Pangkas Rambut Cahaya Muda.-K. ANAM SYAHMADANI/RADAR TEGAL -

TEGAL, DISWAYJOGJA - Kota Tegal yang dijuluki Japan van Java atau Jepang dari Jawa tidak hanya memiliki perajin logam-perajin logam handal. Kota yang berpenduduk hampir tiga ratus jiwa ini juga mempunyai tukang cukur-tukang cukur yang terkenal dan melegenda sampai sekarang. 

Terik mentari menyinari Jalan KH Ahmad Dahlan yang membentang dari selatan ke utara di Kelurahan Mangkukusuman, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. Gumpalan awan putih menghiasai langit biru yang sedang berwajah cerah. Hujan semalam meninggalkan jejak berupa air yang menggenang di bawah pepohonan rindang.

BACA JUGA:DPRD Kota Tegal Umumkan Pemberhentian Wali Kota dan Wakil Wali Kota

Hari beranjak siang. Kendaraan hilir mudik di jalan yang menghubungkan ke pusat kota itu. Seorang pedagang terlihat mulai berkemas. Dilipatnya tikar yang digunakan untuk menggelar barang dagangannya. Di sebelahnya, dua sepeda motor terparkir di depan Kios Pangkas Rambut Cahaya Muda. Dari dalam kios, dua orang lelaki terdengar sedang bercakap.

Mereka adalah seorang tukang cukur Salafudin dan pelanggannya yang sedang memangkas rambut. Udin, begitu pria berusia setengah abad itu biasa disapa, merupakan salah satu tukang cukur yang masih bertahan di Komplek Kios Jalan KH Ahmad Dahlan. Komplek milik Pemerintah Kota Tegal tersebut dulunya dikenal sebagai sentra kios pangkas rambut.

BACA JUGA:Begini Cara Kerja Mesin Cuci 1 Tabung yang Sederhana dan Praktis, Simak Disini!

Udin adalah generasi ketiga dari keluarga tukang cukur. Dimulai sang kakek, Nahrawi kemudian diwariskan ke Djamhuri, ayah dari Udin, dan kini dilanjutkan Udin melalui Cahaya Mudanya. “Sebenarnya, buyut saya yang bekerja di PJKA juga pandai mencukur. Namun, tidak dijadikan sebagai profesi,” kata Udin kepada Radar Tegal, Jumat (5/1). 

Semula, baik kakek dan ayah Udin, merintis profesi sebagai tukang cukur dengan membuka kios di Komplek Alun-Alun Tegal. Saat itu, Alun-Alun Tegal masih berupa tanah lapang yang di tengahnya ditumbuhi pohon beringin, seperti wajah lazim alun-alun ala Mataraman Sultan Agung, sebagaimana yang masih dipertahankan di Jogjakarta sekarang.

BACA JUGA:Ini Dia! 10 Perbedaan Mesin Cuci Front Loading dan Top Loading, Simak Keunggulannya Disini

Atas nama penataan wajah kota, pada Maret 1989, Djamhuri dan sepuluh tukang cukur lainnya dipindah ke Jalan KH Ahmad Dahlan di bekas koplak andong. Koplak andongnya sendiri dipindah ke kabupaten. Tidak hanya Djamhuri, Nahrawi memiliki dua anak lainnya yang juga menjadi tukang cukur, yakni Djamil dan Sefudin. Djamil sempat menjadi anggota DPRD sebelum era Reformasi.  

Sedangkan dari delapan anak Djamhuri, hanya Udin yang meneruskan profesi sang ayah. Udin mengaku belajar secara ototidak dan tidak diberi ilmu khusus oleh ayahnya. Berawal saat membersihkan kios Cahaya Muda agar mendapat uang saku, Udin yang sedang bersih-bersih nekat mencukur pelanggan ayahnya yang datang meminta servis pada suatu pagi. 

“Kebetulan ada orang lewat dan bertanya Mas buka? Saya spontan menjawab buka dan mencukur dengan geges genjot,” tutur suami Sri Segiati mengenang masa lalunya. 

Tidak hanya satu pelanggan, tiga pelanggan berikutnya juga dicukur Udin. Aksi tersebut lalu didengar sang ayah yang segera menyusulnya ke kios. Bukannya marah, Djamhuri justru mengacungi jempol kepada sang anak.

BACA JUGA:Coba 6 Makanan Sehat Ini Untuk Mengantisipasi Covid-19 Varian JN.1

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: