Gugatan AP2I dan Agen ABK soal Keberatan Pelaut Masuk Pekerja Migran Mulai Disidangkan

Gugatan AP2I dan Agen ABK soal Keberatan Pelaut Masuk Pekerja Migran Mulai Disidangkan

Gugatan Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I) dan Agen Anak Buah Kapal (ABK) yang keberatan jika pelaut awak kapal dan perikanan masuk sebagai pekerja migran mulai disidangkan. -DOK.-

JAKARTA-DISWAYJOGJA- Gugatan Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I) dan Agen Anak Buah Kapal (ABK) yang keberatan jika pelaut awak kapal dan perikanan masuk sebagai pekerja migran mulai disidangkan.

Sidang perdana yang digelar Rabu, 11 Oktober 2023 di Ruang Sidang Panel MK dipimpin Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh. itu untuk memeriksa permohonan perkara dengan Nomor 127/PUU-XXI/2023.

BACA JUGA:Ini Dia Harga AC Portable Murah 2023, Dibawah 1 Jutaan Lho!

Ketua AP2I Imam Syafi’i (Pemohon I) dan Direktur PT Mirana Nusantara Indonesia Ahmad Daryoko (Pemohon II) mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).

BACA JUGA:Tagihan Listrikmu Membengkak? Terapkan 5 Tips Ini dalam Penggunaan AC di Rumahmu

Kuasa hukum pemohon, Denny Ardiansyah menyampaikan bahwa para pemohon menilai Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPMI yang menyatakan, Pekerja migran Indonesia meliputi: … c. Pelaut awak kapal dan pelaut perikanan,” bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Imam Syafi’i selaku Pemohon I menilai, norma tersebut berdampak pada tumbang tindih regulasi dari beberapa tingkatan undang-undang. Di antaranya UU 17/2008 tentang Pelayaran, PP 31/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran, dan PP 22/2022 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.

Di hadapan hakim, Denny Ardiansyah menjelaskan, dengan beralihnya kewenangan kementerian yang menyelenggarakan urusan pelayaran dari Kementerian Perhubungan ke Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), jaminan perlindungan tidak dapat diaplikasikan. Selain itu, hak bagi pelaut awak kapal dan pelaut perikanan yang telah diformulasikan pada peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelayaran juga dapat dilakukan.

Ahmad Daryoko selaku Pemohon II, yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam aktivitas keagenan awak kapal merasa dirugikan atas ketentuan norma tersebut. Menurut kuasa hukumnya, jika pelaut awak kapal perikanan masuk pekerja migran, agen ABK wajib memiliki surat izin perekrutan pekerja migran Indonesia yang diterbitkan oleh Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran sebagaimana ditentukan Pasal 72 huruf c UU PPMI.

Dia mengungkapkan, akibat kebijakan tersebut, kliennya telah dikriminalisasi karena telah ditetapkannya sebagai tersangka. Dimana saat ini dalam proses penahanan pada rumah tahanan negara oleh Penyidik Ditreskrimum Kepolisian Daerah Jawa Tengah dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang. Selian itu, norma tersebut juga berpotensi merugikan Pemohon II dalam menjalankan usaha keagenan awak kapal. Sebelumnya Pemohon II bekerja sama dengan agen awak kapal asing, baik dengan negara yang memiliki hubungan diplomatik atau pun tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.

”Jadi, kerugian Pemohon I akibat norma ini terkait dengan kebutuhan perlindungan dan hak-hak yang berbeda antara pekerja migran yang menetap di suatu negara tertentu dengan pelaut yang merupakan pekerja yang tidak menetap di suatu negara. Sedangkan bagi Pemohon II, terkait dengan keberlangsungan usaha dan kriminalisasi atas persyaratan administrasi yang tumpang tindih,” kata Denny Ardiansyah, seperti keterangan yang diterima.

Karena itu, dalam petitum para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPMI sebagaimana telah diubah dengan UU Cipta Kerja bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28| ayat (1) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

 Sementara itu, terhadap permohonan para Pemohon ini, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dalam nasihatnya mengatakan pentingnya para Pemohon mempertegas pertentangan norma yang dimohonkan pengujian dengan pasal-pasal yang terdapat pada UUD 1945, dan bukan dengan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Sebab, kewenangan MK adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945.

Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyebutkan, permohonan harus dibuat secara tepat, mulai dari objek, kewenangan Mahkamah dengan dasar hukumnya, alasan permohonan, dan petitum.

”Dalam alasan permohonan terdapat uraian tentang pertentangan pasal yang diujikan dengan pasal dalam UUD 1945, koheren atau tidak dengan apa yang diinginkan serta hal yang ada pada norma tersebut,” sampai Arief.

Sedangkan Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul menekankan perlunya kejelasan dari kedudukan hukum Pemohon yang mewakili badan hukum yang diwakilinya. Sehingga terdapat kerugian konstitusional yang dialaminya, bukan hanya kerugian ekonomi yang dialami saja dari suatu kasus konkret.

Di penghujung persidangan, Hakim Konstitusi Manahan menyebutkan para Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk menyempurnakan permohonan. Naskah perbaikan dapat diserahkan ke Kepaniteraan MK selambat-lambatnya pada Selasa, 24 Oktober 2023 pukul 09.00 WIB. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: