Pukat FH UGM: Bubarkan atau Kembalikan Independensi KPK
Peneliti Pukat FH UGM Zaenur Rohman saat memberikan paparan diskusi online bertajuk 'KPK di Simpang Jalan: Serah Terima Jabaran di Tengah Isu Pembubaran' bersama sejumlah narasumber lainnya, melalui platform Zoom, Jumat (20/12/2024)--Dok: Tangkapan Layar Zoom Meet
"KPK merilis foto DPO Harun Masiku, lalu apakah langsung ditangkap. Saya pesimis, apakah saatnya mengucapkan goodbye? atau punya harapan baru sepeninggal Firly?" tutupnya.
Carut Marut Uji Kelayakan Pimpinan KPK
Sementara itu, Peneliti Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya menilai carut marutnya uji kelayakan calon pimpinan KPK. Dasar pemilihan dalam pemilihan dinilai subjektif, karena kandidat yang dipilih merupakan figur yang dianggap jawabannya sesuai dengan kemauan anggota DPR RI.
BACA JUGA : KPK Monitor Hasil Penelitian Terkait Program Desa Anti Korupsi di Kalurahan Gari Gunungkidul
BACA JUGA : KPK Ingatkan Tupoksi Anggota DPRD Brebes Rentan Terjerat Korupsi dari Dana Pokok Pikiran
"Proses pemilihan pimpinan KPK lima tahun mendatang, sejak awal kami mengkritik dari 9 nama yang sangat dominan dari pemerintah. Ini tidak ideal, karena akan terjadi konflik kepentingan," jelas Diky.
Permasalahan yang timbul, lanjut Diky, dari 80 peren penyidik dan penyelidik harus loyal kepada siapa, padahal berdasarkan Undang-undang KPK, dalam perekrutan pegawai dan pimpinan bisa dilakukan secara mandiri. Ia menilai panitia seleksi pimpinan KPK memberikan karpet merah kepada nama-nama yang dekat dengan pemerintahan.
"Sebagai lembaga yang independen, KPK harus kembali ke warwahnya, tapi sulit. Saya sepakat dengan Mbak Izzat (TII), cukup pesimis dengan kinerja KPK ke depan," pungkasnya.
KPK Seharusnya Menjadi Supervisor Lembaga Penegak Hukum
Mantan penyidik KPK, Lakso Anindito menilai ada upaya pelemahan KPK pasalnya presiden tidak melakukan intervensi secara positif terhada serangan kepada institusi KPK, misalnya serangan ke Novel Baswedan yang kasusnya belum tuntas.
BACA JUGA : LBH Garuda Kencana Laporkan Komisioner KPU dan Bawaslu Brebes ke KPK
BACA JUGA : Roadshow Bus KPK Jelajah Negeri, Awali Kampanye Antikorupsi di Brebes
"Sebetulnya berbicara tentang KPK, tidak bisa bicara hanya sebatas KPK itu sendiri sebagai lembaga yang terisolasi. Berdasarkan pengalaman saya sebagai penyidik, pimpinan KPK punya nilai strategis karena ketika ada kasus dari penyidik dan pasti pimpinan akan meng-ekspos itu," terang Anindito.
Ada dua hal bisa mengubah KPK secara siginifikan menurut Anindito, pertama KPK tidak terikat status oleh regulasi yang mengekang sistem. Kedua, pimpinan KPK yang tidak memiliki problematika etik.
"Saya yakin dengan integritas teman-teman di sana. Dari lima pimpinan, saya kenal dua pimpinan, Pak Setyo saya kenal (Setyo Budianto). Mereka tidak memiliki persoalan, tapi tersandra dari institusi asal," jelasnya.
Ketua IM57+ Institute tersebut juga menyoroti tiga lembaga penegak hukum yang menangani pemberantasan korupsi di Indonesia, yaitu Polri, Kejaksaan Agung dan KPK. Menurutnya, KPK harus menjadi supervisor dari ketiga lembaga tersebut.
"KPK harus menjadi supervisor dari lembaga yang menangani korupsi. Berani tidak? Contoh (kasus dugaaan korupsi) LP3I, mana nih yang menangani? Ini harus ada supervisor yang menjadi koordinasi. Tapi KPK berpotensi mengalah karena penanganan kasus lain yang strategis," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: