Pukat FH UGM: Bubarkan atau Kembalikan Independensi KPK
Peneliti Pukat FH UGM Zaenur Rohman saat memberikan paparan diskusi online bertajuk 'KPK di Simpang Jalan: Serah Terima Jabaran di Tengah Isu Pembubaran' bersama sejumlah narasumber lainnya, melalui platform Zoom, Jumat (20/12/2024)--Dok: Tangkapan Layar Zoom Meet
YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Zaenur Rohman, menyoroti independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hingga kini dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto belum ada implementasi terkait pemberantasan korupsi.
"Saya pesimis kalau independensi KPK itu belum dikembalikan. Bagi saya dengan pimpinan yang baru mungkin bisa belajar. Urgensinya harus mengembalikan independensi KPK, atau bubarkan saja," jelas Zaenur saat diskusi online bertajuk 'KPK di Simpang Jalan: Serah Terima Jabatan di Tengah Isu Pembubaran', Jumat (20/12/2024).
Menurutnya, jika era pemerintahan Presiden Prabowo Subiantro tidak mengubah sistem, maka tidak ada harapan untuk KPK ke depan. Selama KPK menjadi sebuah lembaga yang bagian dari pemerintahan atau politik kekuasaan, maka KPK menjadi bagian dari eksekutif.
"Harapannya menjadi agenda Presiden Prabowo, sayangnya belum ada implementasi dalam untuk pemberantasan korupsi. Apalagi ketika pidatonya yang terakhir mengampuni para koruptor," terang Zaenur.
BACA JUGA : Bawaslu Diberi Kebebasan Layaknya KPK? Ini Pernyataan Pakar Hukum Tata Negara UGM
BACA JUGA : Cegah Tindak Korupsi Makin Meningkat, KPK Gelar Pertemuan dengan DPRD Kabupaten Bantul
TII: KPK Sudah Busuk dari Dalam
Campaigner Transparency International Indonesia (TII) Dzatmiati Sari menyatakan KPK sudah keropos dari dalam internal lembaga itu, karena tidak optimalnya pemberantasan korupsi. Alih-alih yang muncul ke permukaan masalah internal yang dikonsumsi oleh publik.
"KPK sudah busuk dari dalam, kepercayaan publik juga sudah berkurang. Proses dengan pimpinan yang baru juga hanya basa basi politik," terangnya.
Menurut Dzatmiati, hilangnya independensi dan integritas KPK berdampak pada tunduknya KPK dalam pengaruh kekuasaan. Bahkan, kepercayaan publik terhadap KPK berada di posisi paling bawah yakni 47,5 persen sepanjang kepemimpinan Joko Widodo.
Ia juga menyoroti independensi kepegawaian yang tergerus karena beralih jadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini bertolak belakang dengan fungsi pembentukan KPK.
BACA JUGA : Hari Anti Korupsi Sedunia, PT. Railink KAI Bandara dan KPK Gelar Sosialisasi di Stasiun Tugu
BACA JUGA : KPK Ingatkan Tupoksi Anggota DPRD Brebes Rentan Terjerat Korupsi dari Dana Pokok Pikiran
"KPK itu kurang independensinya, apalagi awal perekrutan kemudian menjadi ASN. Jadi, sebenarnya sudah menghilangkan spirit independensi dan membuat KPK menjadi tidak efektif, fungsi trigger mechanisme KPK tidak berjalan optimal," tegasnya.
Dzatmiati juga menilai KPK minim prestasi namun sibuk kontroversi, diantaranya permasalah internal KPK seperti korupsi Firli Bahuri, pelanggaran kode etik Lili Pantuli, pelanggaran etik Nurul Ghufron, pungli di rutan KPK, hingga manipulasi anggaran perjalanan dinas oleh pegawai KPK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: