Cara Ki Tarto, Dalang Asal Brebes Pertahankan Warisan Leluhur di Era Modernisasi

Cara Ki Tarto, Dalang Asal Brebes Pertahankan Warisan Leluhur di Era Modernisasi

PENTAS - Dalang wayang kulit Ki Tarto Wiji Wasito saat mementaskan Sirna Ning Angkoro memperingati HUT ke-52 Korpri.-SYAMSUL FALAQ/ RATEG -

BREBES, DISWAYJOGJA - Semakin derasnya era modernisasi ala kebarat-baratan, lambat laun terus menggerus kecintaan generasi bangsa terhadap kebudayaan lokal. Padahal, jika bukan putra daerah yang mewarisi dan melestarikan seni budaya lokal siapa lagi. Itulah yang menjadi prinsip Ki Tarto Wiji Wasito, yang terus konsisten menekuni profesi dalang wayang kulit.

BACA JUGA:2024, Kemendes dan Disway National Network Jalin Kerjasama

Ketertarikan menjadi dalang wayang kulit sudah tumbuh sejak Ki Tarto Wiji Wasito masih duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebab, guru PNS yang saat ini menjabat sebagai kepala SMPN 3 Brebes itu.

BACA JUGA:8 Rekomendasi Setrika Terbaik 2023: Hasil Rapi, Mudah Digunakan, dan Ramah Dikantong

Bercita-cita ingin terus melestarikan warisan leluhur jawa khususnya seni wayang kulit. Bahkan, dengan latar belakang ayahnya yang berprofesi sebagai dalang, makin menguatkan tekadnya untuk menekuni dunia pedalangan wayang kulit.

”Bakat minat dan kemampuan saya mendalang, tak lepas dari genetik orang tua saya yang memang sudah lama menekuni profesi dalang,” ungkapnya di sela-sela penampilan saat pementasan wayang kulit dalam rangka Hari Guru Nasional, di Gedung KORPRI Brebes, Sabtu, (25/11/2023) malam.

BACA JUGA:Anggaran Pilkada Brebes Rp53,9 Miliar, Digelontor untuk Satu Putaran

Dalam gelaran wayang kulit tersebut, turut hadir Asisten III Sekda Pemkab Brebes Eko Supriyanto, Kepala Dindikpora Caridah dan Kepala Dinkkominfotik Brebes, Tatag Koes Adianto.

Sejak awal belajar mendalang, Ki Tarto mengaku sangat tertarik menekuni materi pewayangan. Terlebih, dukungan penuh dari orang tua semakin menguatkan keyakinannya menekuni profesi dalang. Tidak hanya bermanfaat menghibur masyarakat tapi juga melestarikan warisan budaya leluhur jawa. Sebab, dalam pertunjukan wayang banyak menyuguhkan gambaran watak dan karakter. Itu menjadi gambaran berbagai ragam manusia di dunia sekarang.

BACA JUGA:Review AC Portable Terbaik dan Murah, Sudah Banyak yang Beli Lho!

”Sebagai cermin pembelajaran, banyak hikmah yang bisa diambil dalam pementasan wayang. Selain sebagai hiburan, wayang bisa menjadi tuntutan atau nilai kehidupan antara yang baik dan buruk. Sekaligus, harmonisasi berbagai unsur dalam kehidupan,” jelasnya.

BACA JUGA:5 Merk Kipas Angin Paling Banyak Dicari, Kualitasnya Bukan Kaleng-Kaleng

Memperingati Hari Guru Nasional, lanjut Ki Tarto, lakon Sirna Ning Angkoro sengaja dipilih dalam pementasan wayang kulit. Sebab artinya, menghilangkan segala sesuatu yang tidak baik. Lakon tersebut, menjadi ungkapan sekaligus harapan berupa pesan khusus bagi semua guru. Yakni, tetap menjalankan profesi sebagai tenaga pendidik yang bertugas dengan tulus mencerdaskan generasi bangsa.

”Suka-suka menjalani profesi guru PNS sekaligus dalang, memang harus displin dalam mengatur waktu. Karena karakter itu, juga sudah digambarkan dalam lakon pewayangan berkarakter baik,” ujarnya.

Ki Tarto menuturkan, dalam semua penampilannya sebagai dalang, dia mengaku selalu meminta izin kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Brebes. Sebab, itu menjadi etika sekaligus pembelajaran dalam menghormati institusi yang menaungi guru. Terlebih, pemerintah sudah terus berupaya meningkatkan kesejahteraan guru honorer dengan mengakomodir sebagai P3K. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: