YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Mahfud MD menyatakan kesiapannya jika dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait isu dugaaN mark-up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Di sisi lain, Mahfud MD juga menilai langkah pemerintah untuk menegosiasikan kembali utang proyek Kereta Cepat Whoosh dengan China sebagai langkah yang wajar dan realistis.
Mahfud menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki kewajiban untuk melapor ke KPK karena lembaga antirasuah itu telah mengetahui pihak-pihak yang seharusnya dimintai keterangan terlebih dahulu.
“Laporan itu tidak ada kewajiban orang untuk melapor. Kalau saya dipanggil, saya akan datang. Tapi kalau disuruh lapor, ngapain, buang-buang waktu juga,” ujar Mahfud MD ditemui di Gedhong Sasono Hinggil Dwi Abad, Alun-alun Kidul Yogyakarta, Minggu (26/10/2025).
BACA JUGA : Mahfud MD: Demonstrasi yang Terjadi Bersifat Organik, Namun Ada yang Menunggangi
BACA JUGA : Ramai Aksi Indonesia Gelap, Mahfud MD: Tak Seluruhnya Gelap
Mahfud MD menjelaskan bahwa dirinya hanya menyampaikan informasi yang sebelumnya sudah ramai dibicarakan publik.
“Orang yang saya laporkan itu KPK sudah tahu. Sebelum saya ngomong, kan sudah ramai duluan. Mestinya KPK manggil orang yang ngomong sebelumnya, yang punya data, dan pelaku. Kalau saya kan cuma pencatat aja,” tegasnya.
Selain itu, Mahfud MD juga menyoroti langkah pemerintah yang sedang menegosiasikan utang proyek Kereta Cepat Whoosh dengan pihak China Development Bank (CDB).
Menurutnya, negosiasi merupakan jalan yang logis apabila pemerintah menghadapi keterbatasan finansial.
BACA JUGA : Pos Polisi Dirusak, Mahfud MD Sebut Yogyakarta Barometer Nasional
BACA JUGA : Mahfud MD: Jika Ada Makar, Tangkap Saja Sesuai Hukum
“Kalau sudah begini, gak bisa bayar, gak punya uang, ya negosiasi. Kan gitu jalannya. Yang penting negara tidak merugi,” kata Mahfud.
Dia menilai langkah negosiasi tersebut perlu dijalankan dengan prinsip kehati-hatian dan transparansi agar kepentingan nasional tetap terlindungi.
“Negosiasi boleh, tapi posisi tawar negara harus kuat. Jangan sampai justru merugikan Indonesia,” tambahnya.