YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengajak para pejabat dan masyarakat DIY untuk melakukan empan papan saat ini.
Hal tersebut menyikapi beberapa peristiwa kericuhan yang terjadi di sejumlah daerah, termasuk di kawasan DIY.
"Di satu pihak kondisi ekonomi yang berbeda, seperti miskin dan sebagainya itu, ya bagaimana kita tidak pamer, misalnya gitu loh. Menjaga dari lingkungan di mana dia tinggal dan dia berada. Empan papan, kan gitu," ujar Sri Sultan ditemui di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Sabtu (30/8/2025).
Dalam falsafah Jawa, Sri Sultan menyebutka empan papan diantaranya bisa menyesuaikan atau menempatkan diri secara tepat sesuai dengan kondisi maupun konteks sosial.
BACA JUGA : Sri Sultan Temui Massa di Halaman Mapolda DIY, Sebut Aksi sebagai Tumbuhnya Demokrasi Saat Ini
BACA JUGA : Sri Sultan: Kami Fasilitasi Dialog dan Sampaikan Aspirasi dengan Surat
"Nah, istilahnya wong Jawa kan empan papan, misalnya gitu. Untuk bisa menyesuaikan diri, ada satu lingkungan yang memang ya karena masalahnya jadi peka," katanya.
Sri Sultan juga menekankan kepada pejabat di lingkungan Pemda DIY maupun Pemkot/Pemkab, untuk tidak melakukan perilaku dan sikap yang berlebihan.
"Bagaimana kita punya perilaku pimpinan-pimpinan daerah itu tidak berlebih, untuk dilarang ya empan papan," terangnya.
Berkaitan aksi demonstrasi yang menimbulkan kericuhan di Mapolda DIY, Sri Sultan menyebutkan sebaikanya kepala daerah bisa memberikan sikap adu rasa.
BACA JUGA : Sampaikan Aspirasi dan Tuntutan, Massa Aksi Temui Sri Sultan di Mapolda DIY
BACA JUGA : Sri Sultan HB X Datangi Mapolda DIY saat Massa Aksi Masih Bertahan
"Tapi, harapan saya kalau aspirasinya memang seperti itu, ya kita kondisikan bagaimana sebaiknya pimpinan-pimpinan daerah ini bisa memberikan sosialisasi atau punya sikap-sikap yang memang adu rasa," jelasnya.
Raja Keraton Ngayogyakarta Hadininingrat ini juga menuturkan masyarakat Yogyakarta identik dengan apa yang dirasakan, dan bukan apa yang dipikirkan.
"Kalau masyarakat kita ini kan di Jogja apa yang kita rasakan, bukan apa yang kita pikirkan. Tadi saya katakan empan papan, ya bisa, tapi kan itu yang bicara rasa, bukan yang dipikir. Kalau yang pikir, ya merasa mampu, ya bisa beli apa pun, bisa melakukan apa pun. Nah, itu ya susah," pungkasnya.