Kurangnya Fasilitas Pendukung Salah Satu Faktor Penghalang Penyandang Disabilitas Mendapatkan Pekerjaan

Kurangnya Fasilitas Pendukung Salah Satu Faktor Penghalang Penyandang Disabilitas Mendapatkan Pekerjaan

Anggota Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) dan Gerakan Optimalisasi Organisasi Difabel (GOOD) Rahmat Fahri Naim, menjadi pembicara dalam seminar Hari Disabilitas Internasional yang digagas American Corner, UMY, Sabtu (21/12/2024)--Foto: BHP UMY

BANTUL, diswayjogja.id - Seseorang dapat dikatakan sebagai penyandang disabilitas ketika memiliki keterbatasan fisik, intelektual, mental, sensorik, ganda (dua keterbatasan), dan multi (lebih dari dua keterbatasan) dalam jangka waktu tertentu. 

Namun sayangnya faktor stigma sosial, kurangnya fasilitas pendukung, dan keterbatasan keterampilan menjadi salah satu penghalang bagi penyandang disabilitas untuk berkembang dan mendapatkan pekerjaan. 

Hal tersebut disampaikan Rahmat Fahri Naim dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional yang diinisiasi oleh American Corner Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bersama Komunitas Telinga Hati, dalam seminar bertema “Diserve Abilities shared Humanity” di Ruang Rapat Gedung Dasron Hamid Research and Innovation Center Lan, UMY, Sabtu (21/12/2024).

Rahmat Fahri Naim yang juga merupakan penyandang disabilitas autisme samar dan narkolepsi (gangguan sistem saraf yang menyebabkan rasa kantuk berlebih) menilai mayoritas lowongan pekerjaan hanya untuk disabilitas jenis daksa ringan dan sensorik saja. 

BACA JUGA : Dinsos Bantul Ajukan Anggaran Rp22 Miliar di APBD 2025 Untuk Penanganan Orang Terlantar, ODGJ dan Disabilitas

BACA JUGA : SIGAB Indonesia: 183 Kasus Kekerasan yang Menimpa Perempuan Difabel

“Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas dijelaskan bahwa ketika seseorang dalam jangka waktu minimal enam bulan atau maksimal seumur hidup mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan persamaan hak, maka baru dapat dikatakan disabilitas,” jelas Fahri. 

Anggota Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) dan Gerakan Optimalisasi Organisasi Difabel (GOOD) Rahmat Fahri Naim juga mengatakan tanda – tanda disabilitas tersebut sebenarnya dapat diketahui sejak kecil, tetapi Fahri memaparkan terkadang indikasi ini juga tidak jarang muncul ketika sudah dewasa.

“Dari beberapa jenis disabilitas itu, saya juga menjadi penyandang disabilitas ganda yang tidak terlihat yakni autisme dan narkolepsi. Dimana, saya baru mengetahui hal tersebut pada umur 13 tahun dan 20 tahun,” imbuhnya. 

Disabilitas pun pada dasarnya dibagi menjadi beberapa jenis. Pertama, fisik (keterbatasan fungsi gerak). Kedua, intelektual (kecerdasan di bawah rata – rata). Ketiga, mental (fungsi pikir, emosi, dan perilaku yang berbeda). Keempat, sensorik (terhambatnya salah satu fungsi panca indera. Kelima, ganda atau multi (memiliki lebih dari satu atau dua keterbatasan). 

BACA JUGA : Lampaui Batasan, Pekan Budaya Difabel 2024 di Yogyakarta Sajikan Agenda Seni yang Memukau

BACA JUGA : Disbud DIY Gelar Pekan Budaya Difabel 2024, Ajang Pentas Sekaligus Sarana Edukasi Bagi Masyarakat

Hambatan atau tantangan tersebut juga dialami oleh Fahri. Untuk itu, ia pun menegaskan bagi penyandang disabilitas agar benar – benar mempelajari kondisi diagnosis termasuk memahami pemicu dan kelemahan diri sendiri. Memahami kondisi dengan kemampuan atau potensi diri juga penting untuk tetap bisa berkembang secara realistis. 

“Terpenting adalah dukungan dan kepercayaan yang diperoleh dari keluarga. Sebab keluarga memiliki peran besar pada kestabilan dan kesembuhan diri kita,” pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: