Tanah Kalurahan Kedungpoh Gunung Kidul Disulap Jadi Greenhouse Melon Premium
Tanah Kalurahan Kedungpoh dimanfaatkan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) di 10 Padukuhan.-DOK.-
DISWAYJOGJA - Pemerintah Kalurahan Kedungpoh, Nglipar, Gunung Kidul mengambil langkah strategis dalam mengoptimalkan tanah kalurahan pertanian melalui Lumbung Mataraman. Tanah seluas 2 hektare di desa tersebut disulap menjadi sentra tanaman budidaya holtikultura. Yakni greenhouse melon premium yang dikelola petani setempat.
Direktur Organisasi Lumbung Mataraman Kedungpoh Didik Purnomo mengungkapkan, tanah kalurahan tersebut dimanfaatkan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) di 10 Padukuhan, Kalurahan Kedungpoh yang tergabung dalam Lumbung Mataraman Kedungpoh.
BACA JUGA:Sri Sultan Berharap Tiap Kalurahan Jalankan Program Lumbung Mataraman
Dia menjelaskan, selain melon sebagai komoditas unggulan yang dibudidaya, lahan pertanian seluas 2 hektare tersebut juga ditanami dengan berbagai tanaman hortikultura lainnya, seperti cabai, bawang, anggur, markisa, papaya, dan timun.
“Yang dipakai adalah tanah kalurahan kurang lebih 2 hektare. Kita dari awal berusaha melibatkan semuanya, terutama untuk pertanian karena kita fokusnya di pertanian. Kita alokasikan dana keistimewaan untuk peternakan dan pertanian dengan budidaya hortikultura supaya ada perputaran. Jadi ketika hewan ternak menghasilkan kotoran, kotoran bisa dijadikan pupuk. Selain dipakai sendiri, pupuk itu bisa dikomersilkan sehingga menghasilkan nilai yang lebih,” ungkapnya saat ditemui di Lumbung Mataraman Kedungpoh.
Didik menyebutkan, hasil produksi dari pertanian ini langsung memasuki pasar. Sebab, masa panen yang terbilang lebih cepat sekitar dua bulan untuk sekali panen. Budidaya melon di Gunungkidul masih terbilang jarang, sehingga hasil panen melon berjenis golden kinanti dan sweet lavender ini saat dijual langsung ludes.
“Kita di modal kira-kira sekitar Rp 2 juta, setelah panen hasilnya cukup lumayan bisa dijual Rp 8 juta. Jadi ketika biaya tanam itu dikurangi dengan pengeluaran, saya rasa itu keuntungan yang lumayan untuk bisa kami kembangkan lagi. Jadi kita masuk ke industri pertanian modern. Contohnya kita tanam melon ini tetap hitung-hitungan. Kalau nanti rugi, ya ngapain kita tanam,” tandasnya.
BACA JUGA:Pergub Baru, Tanah Kalurahan di DIY Bisa Digarap Masyarakat Miskin dan Pengangguran
Didik menuturkan, dalam sekali panen 300 buah melon yang diperoleh memiliki berat rata-rata sekitar 2 kg. Pada panen pertama, buah melon dijual Rp18.000 per kg. Sementara, pada panen kedua, dihargai Rp20.000 per kg.
”Masa budidaya melon ketiga ini pun kini dilakukan semi modern dengan menggunakan alat timer untuk membantu proses penyiraman, sehingga menjadi lebih efektif dan efisien,” jelasnya.
“Saat ini memang melon yang diunggulkan. Sebab, melon kami sudah dua kali panen itu masih kurang. Makanya kita sudah koordinasi dengan pemerintah kalurahan untuk membangun greenhouse lagi yang lebih besar,” imbuh Didik. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: