YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Tragedi runtuhnya musala di Pondok Pesantren Al Khaziny, Sidoarjo, yang menewaskan sejumlah korban, kembali membuka sorotan tajam terhadap lemahnya pengawasan keamanan bangunan di Indonesia.
Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sekaligus pakar struktur dan bahan konstruksi, Muhammad Ibnu Syamsi, menyampaikan duka cita mendalam dan menyerukan perlunya audit menyeluruh serta penguatan regulasi keselamatan konstruksi.
Ibnu menyebutkan tanpa dilakukan inspeksi lapangan, uji material, serta analisis gambar kerja, penyebab pasti keruntuhan belum dapat disimpulkan.
Namun, dia menduga kelemahan struktur dan beban berlebih menjadi dua faktor utama penyebab insiden tersebut.
BACA JUGA : Evakuasi Musala Ambruk di Sidoarjo, SAR Yogyakarta Kerahkan Tim dan Peralatan Lengkap
BACA JUGA : Ada 461 Ponpes di DIY, Kemenag Belum Pastikan Kepemilikan Izin PBG
“Jika sambungan tidak didesain kuat, kegagalan lokal bisa menjalar dan memicu keruntuhan total bangunan. Inilah mekanisme yang paling dihindari dalam teknik sipil,” ujar Ibnu, dalam keterangannya di UMY, Rabu (8/10/2025).
Menurutnya, terdapat tiga elemen penting yang harus diperiksa dalam kasus ini, diantaranya pertama, geometri dan dimensi struktur, seperti ukuran kolom atau balok yang tidak proporsional.
Kedua, mutu material konstruksi, termasuk kualitas beton dan baja tulangan. Ketiga, konektivitas sambungan antara balok dan kolom, yang sering menjadi titik rawan kegagalan.
Selain faktor teknis, Ibnu menyoroti potensi overload akibat alih fungsi bangunan tanpa perhitungan ulang struktur.
BACA JUGA : Atap Teras Kantor Pemerintahan Terpadu Brebes Mendadak Ambruk, Tiga Pekerja Terluka Saat Perbaiki Kebocoran
BACA JUGA : Diresmikan Tahun 2022, Bupati Brebes Tunggu Hasil Investigasi Penyebab Ambruknya Atap Teras KPT
“Jika bangunan awalnya satu lantai kemudian ditambah lantai tanpa memperkuat kolom atau fondasi, maka risiko runtuh sangat tinggi,” katanya.
Meski Indonesia telah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait perencanaan struktur dan bangunan tahan gempa, penerapan di lapangan dinilai masih lemah, terutama pada proyek skala kecil atau swadaya masyarakat.
“Masalah klasiknya adalah kurangnya tenaga ahli bersertifikat, dokumen perencanaan yang tidak lengkap, dan lemahnya pengawasan teknis di lapangan,” jelasnya.