Malam itu, Dityo mondar-mandir dari depan kompor, ke ruang racik, dan ke rak penyimpanan toples.
Berteman musik yang keluar dari laptopnya, Dityo memproses kombucha dari awal hingga akhir. Untuk membuat kombucha, bahan utamanya berupa teh, gula, dan jamur kombucha.
Sebanyak 50 gram teh kering, biasanya untuk campuran air sebanyak 800 mililiter. Air dan teh itu direbus hingga mendidih.
Setelahnya Dityo akan menuangkan rebusan teh ke toples, yang di dalamnya sudah ada gula. Proses selanjutnya berupa pendinginan.
Apabila rebusan teh sudah dingin, dia mencampurkan teh jamur kombucha atau scoby. Secara garis besar, scoby hasil simbiosis bakteri dan ragi.
BACA JUGA : Kisah Bakmi Prapanca Jogja, Dimasak Langsung Oleh Juru Masak Spesial Edi Sarmoko
BACA JUGA : Event CRSL Concert #5 Mengajak Anak Muda Euphoria Bersama di Kota Jogja
Proses terakhir berupa fermentasi. Waktunya sekitar 7-14 hari.
Hasil kombucha berpotensi mengandung alkohol. Setiap proses punya perbedaan kandungan, bisa yang tertinggi kandungan alkoholnya mencapai 0,8% dan terendah 0,1%.
“Enggak bikin mabuk, ada yang bilang halal, ada yang meragukan. Buatku [kombucha nyaris] enggak ada alkoholnya, karena habis jadi asam. Lebih ambil manfaatnya, secara konsep lebih banyak manfaatnya,” kata Dityo.
Dalam sepekan, pesanan kombucha di Sokondalem sekitar 10-20 liter. Harga seliter kombucha sekitar Rp50.000.
Pembeli kombucha di Sokondalem dari konsumen individu hingga distributor. Dityo juga menyediakan paket perlengkapan pembuatan kombucha, bagi yang hendak belajar. “Sejak buka [Sokondalem] udah ada [yang mau ikut belajar]. Aku buatin paket untuk belajar,” katanya.
Ruang Belajar Bersama
Sejak membuka Sokondalem, berbagai permintaan belajar memproduksi kombucha berdatangan. Awalnya berasal dari lingkar pertemanan Dityo, yang tahu apabila dia sering membuat kombucha.
Dityo kemudian membuat paket edukasi produksi kombucha. Paket termurahnya Rp150.000.
Dengan biaya tersebut, pengunjung sudah mendapatkan bahan memproduksi kombucha, materi berupa e-book, dan praktik. Proses pembelajaran yang intens berlangsung sekitar dua jam.
“[Kadang ada yang nanya] beneran harganya segini? Mereka ngasih tahu harga di tempat lain yang waw (lebih mahal). Aslinya aku dapet ilmunya gratis, ngapain sih mahal-mahal,” kata Dityo.