Rp 259 M Belanja Langsung Disorot KPK, JCW: Kalau Dibiarkan, Bantul Jadi Surga Korupsi

Rp 259 M Belanja Langsung Disorot KPK, JCW: Kalau Dibiarkan, Bantul Jadi Surga Korupsi

Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat JCW, Baharuddin Kamba, memberikan keterangan pers terkait sorotan terhadap PBJ, Pokir DPRD, dan alih fungsi lahan di Bantul. Foto diambil di kantor JCW, Yogyakarta, Senin (17/11/2025).--Foto: HO (IST)

BANTUL, diswayjogja.id - Jogja Corruption Watch (JCW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkuat pengawasan terhadap tata kelola anggaran dan kebijakan di Kabupaten Bantul. 

Dorongan ini muncul setelah ditemukan sejumlah catatan kritis dari KPK terkait sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) serta anggaran pokok pikiran (Pokir) DPRD yang dianggap rawan penyimpangan.

Baharuddin Kamba, Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat JCW mengatakan, pihaknya sejalan dengan rekomendasi dan catatan KPK. 

Ia menilai intervensi lembaga antikorupsi tersebut menjadi kebutuhan mendesak, bukan hanya di Bantul, tetapi juga seluruh kabupaten/kota di DIY. Menurutnya, persoalan PBJ bukan masalah baru.

"Selama ini, area tersebut menjadi salah satu pintu masuk praktik penyalahgunaan anggaran dan menjadi temuan hukum oleh penegak hukum, termasuk KPK," katanya, Senin (17/11/2025). 

 Ia menekankan bahwa pola yang muncul terlihat serupa, sistematis, dan berulang tiap tahun.

BACA JUGA : Mayoritas Vonis Korupsi di Yogyakarta Dinilai Ringan, JCW Sebut Tak Efektif Cegah Kejahatan

BACA JUGA : Skandal Hibah Pariwisata Rp10,9 Miliar, JCW Desak Kejari Sleman Bongkar Keterlibatan DPRD Tanpa Tebang Pilih

Salah satu temuan KPK yang dianggap sangat penting adalah soal belanja langsung senilai Rp 259 miliar atau sebesar 39,28 persen dari total nilai PBJ. 

JCW menilai besaran angka tersebut membuka ruang intervensi dan manipulasi jika tidak diawasi secara ketat.

Selain PBJ, JCW menyoroti masalah tata kelola reklame. Ia menyebut banyak papan reklame yang tidak tertib administrasi, tidak transparan terkait izin dan pembayaran, sehingga berpotensi menyebabkan kebocoran pendapatan daerah.

Perhatian berikutnya adalah anggaran Pokir DPRD. Ia menilai Pokir idealnya digunakan tepat sasaran sesuai kebutuhan masyarakat. 

Namun dalam praktiknya, terdapat indikasi bahwa Pokir sering dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu, bahkan hingga penunjukan langsung pemasok material atau penyedia jasa.

BACA JUGA : JCW Tuntut Kajati DIY Baru Rampungkan Kasus Korupsi, Jangan Biarkan Kasus Menggantung

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait