Launching Buku Panduan TPKJM DIY, Sri Paduka Larang Stigma dan Diskriminasi pada Penyandang Disabilitas

Launching Buku Panduan TPKJM DIY, Sri Paduka Larang Stigma dan Diskriminasi pada Penyandang Disabilitas

Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X saat Launching Buku Panduan Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) DIY di di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (12/12/2023).-DOK.-

 

DISWAYJOGJAStigma buruk dan diskriminasi terhadap para penyandang disabilitas tidak boleh ada di kalangan masyarakat. Hal itu dikatakan Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X saat Launching Buku Panduan Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) DIY di di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (12/12/2023).

BACA JUGA:Tingkatkan Inklusivitas, Bank Mandiri Buka 10.000 Rekening Tabungan bagi Penyandang Disabilitas

 

Menurut Sri Paduka, merangkul para penyandang disabilitas baik fisik maupun mental, menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan pembangunan sumber daya manusia. ”Kesehatan jiwa menjadi unsur penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, berdaya saing, dan berperilaku baik,” kata Sri Paduka.

BACA JUGA:Kelompok Disabilitas Desa di Kabupaten Purworejo Dilatih Pasarkan Produk Batik Jumputan

 

Sri Paduka mengatakan, saat ini kesehatan jiwa masih belum menjadi isu utama dalam pembangunan sumber daya manusia. Sementara beban pelayanan kesehatan jiwa masih sangat tinggi, sehubungan tingginya angka prevalensi.

BACA JUGA:Namamu Masuk Daftar Hitam BI Checking? Simak Tips Berikut untuk Menghapusnya dengan Mudah

 

”Fenomena di masyarakat, stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa masih sangat kentara, disertai dengan penolakan yang mereka hadapi. Di sisi lain, kasus gangguan mental seperti emosional dan depresi terus meningkat. Hal ini menjadi kebutuhan mendesak bagi Pemerintah DIY untuk segera mengambil tindakan nyata,” papar Sri Paduka.

BACA JUGA:Pusing Ditagih DC Lapangan? Ini Dia 5 Tips Menghapuskan Hutang Pinjol Secara Efektif

 

Karena itu, Sri Paduka menyebut, TPKJM DIY, sebagai salah satu garda terdepan, harus fokus pada upaya penanggulangan stigma, peningkatan pemahaman masyarakat, serta penyediaan layanan kesehatan mental yang lebih baik. Hal itu dilakukan untuk mencegah eskalasi masalah kesehatan jiwa di komunitas.

 

Sri Paduka sangat mengapresiasi dan menyambut baik peluncuran Panduan TPKJM sebagai acuan edukatif-informatif, dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat. Hal ini adalah wujud nyata pelaksanaan Perda 13 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Jiwa. Apalagi, saat ini, Rapergub Rencana Aksi Daerah tentang Kesehatan Jiwa sedang dibahas, untuk memperkuat tata kelola kesehatan jiwa di DIY.

 

BACA JUGA:Libur Akhir Tahun Tlah Tiba, Jangan Mudah Tergoda untuk Ajukan Pinjaman Online

”Saya optimis, bahwa kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dapat membentuk lingkungan inklusif, guna mewujudkan Yogyakarta yang sehat jiwa. Semoga Buku Panduan TPKJM dapat memberikan manfaat dalam mendukung Jogja Sehat Jiwa,” tutup Sri Paduka.

 

Direktur Pusat Rehabilitasi Yakkum Chatarina Sari mengatakan, sejak 2016 Pusat Rehabilitasi YAKKUM sudah mengembangkan layanan program kesehatan jiwa berbasis masyarakat. Hal itu ditujukan ke masyarakat dengan disabilitas psikososial atau sering dikenal dengan ODGJ, berada di tiga wilayah. Yakni Sleman, Kulonprogo dan Gunungkidul.

 

Melalui program kesehatan jiwa berbasis masyarakat tersebut, Pusat Rehabilitasi YAKKUM sudah mendampingi 829 ODGJ. Selain itu, ada 105 kader kesehatan jiwa yang tersebar di 22 kalurahan yang ada tiga kabupaten, 1 balai pelayanan dan rehabilitasi sosial, 1 panti swasta yang juga melayani orang dengan gangguan psikososial. 

 

Menurut dia, permasalahan kesehatan fisik dan jiwa tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan. Pelaku sektor nonkesehatan dan masyarakat juga didorong berpartisipasi aktif menciptakan lingkungan yang inklusif.

 

”Masalah kesehatan jiwa sangat kompleks, tidak hanya terkait ODDP atau orang dengan gangguan jiwa, tapi juga berbagai problem psikososial. Bahkan berkaitan dengan kualitas hidup dan keharmonisan hidup,” ujar Chatarina.

 

Dia menambahkan, penanganan permasalahan kesehatan jiwa tidak hanya soal akses layanan medis. Namun membuka layanan akses layanan sosial, kemandirian dan ekonomi. Mereka yang sudah kembali pulih perlu didorong dan diberi akses untuk mendapat layanan sosial, misal bisa terlibat aktif dalam organisasi.

 

”Perlu ada lapangan kerja untuk psikososial dengan memberikan akomodasi yang layak dan mendorong ODGJ untuk bisa mengembangkan potensi sesuai minat dan bakat mereka,” jelas Chatarina. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: