Bank Sampah yang Mati Suri akan Diaktifkan Lagi, Pemkot Yogyakarta Anggarakan Rp15 Juta Tiap Kelurahan

Bank Sampah yang Mati Suri akan Diaktifkan Lagi, Pemkot Yogyakarta Anggarakan Rp15 Juta Tiap Kelurahan

Ilustrasi - Klinik bank sampah.- Foto: Antara-

YOGYAKARTA, DISWAYJOGJA.ID - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta akan mengaktifkan kembali bank sampah yang selama ini mati suri.

Pemkot Yogyakarta ingin bank sampah bisa membantu mengelola sampah secara mandiri agar tidak semuanya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) Piyungan.

Di wilayah Yogyakarta ada sebanyak 565 bank sampah yang tersebar di kelurahan-kelurahan dan kecamatan. Dari jumlah tersebut, sekitar 180 bank sampah mati suri karena tidak melakukan aktivitas pengelolaan sampah.

BACA JUGA:Pemkot Yogyakarta Siapkan TPST Nikitan 2, DLH: Kapasitas dan Usia Pakai TPA Piyungan akan Cepat Habis

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto mengatakan, akan memanfaatkan Klinik Bank Sampah untuk membantu warga mengaktifkan kembali bank sampah yang mati suri.

Salah satu fokus utama pemulihan aktivitas bank sampah yang terhenti adalah dengan memberdayakan kembali masyarakat.

“Kegiatan harus dibangkitkan lagi supaya bank sampah kembali beraktivitas optimal,” katanya, seperti dikutip jogja.jpnn.com, Sabtu, 5 November 2022.

BACA JUGA:Aturan Baru di TPA Piyungan, Berimbas Terjadi Penumpukan Sampah di Sejumlah Lokasi Kota Yogyakarta

Sugeng menambahkan bank sampah nantinya juga akan diminta untuk meningkatkan pengelolaan sampah-sampah organik, tidak seperti selama ini hanya mengelola sampah anorganik.

Untuk mengoptimalkan bank sampah, Pemerintah Kota Yogyakarta mengalokasikan anggaran Rp 15 juta per kelurahan untuk kegiatan pengelolaan.

Anggaran tersebut diarahkan untuk digunakan dalam berbagai kegiatan mulai dari pelatihan dan pengelolaan sampah organik.

BACA JUGA:Jangan Sembarangan Merokok di Kawasan Malioboro, Akan Ada Peringatan dan Denda Sesuai Perda KTR

“Anggaran tidak hanya digunakan untuk belanja modal saja. Karena jika hanya digunakan untuk belanja modal, maka anggaran akan habis, tetapi jika digunakan untuk kegiatan pelatihan dan pemberdayaan, bisa memberi dampak lebih panjang,” katanya.

Terkait bank sampah yang selama ini tidak aktif, menurut Sugeng, kemungkinan karena disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya tidak ada pengurus, atau pengurus yang sudah disibukkan dengan aktivitas lain.

“Bisa juga karena ditinggalkan tokoh yang dahulunya berinisiatif membangun bank sampah atau terjadi pergantian pengurus RW. Hal-hal ini kelihatan sederhana, tetapi perlu penanganan yang tepat,” katanya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: jpnn.com