Tak Masuk UPS Lagi, Sampah Organik Yogyakarta Ditargetkan Tuntas di Kelurahan 2026

Tak Masuk UPS Lagi, Sampah Organik Yogyakarta Ditargetkan Tuntas di Kelurahan 2026

RT 18 Patangpuluhan Wirobrajan ditetapkan sebagai percontohan pemilahan sampah rumah tangga di Kota Yogyakarta, Jumat (14/11/2025), di mana Pemkot Yogyakarta menargetkan pengelolaan sampah organik sepenuhnya diselesaikan di tingkat kelurahan mulai 2026.--Foto: Anam AK/diswayjogja.id

YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta menargetkan pengelolaan sampah organik sepenuhnya diselesaikan di tingkat kelurahan mulai 2026. 

Kebijakan ini menandai berakhirnya penerimaan sampah organik di Unit Pengelolaan Sampah (UPS) maupun depo sampah di Kota Yogyakarta.

Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo menyebutkan mulai 2026 UPS tidak lagi menerima sampah organik, sehingga seluruh wilayah wajib menyiapkan sistem pengelolaan mandiri di tingkat kelurahan.

“Tahun 2026 UPS sudah tidak menerima sampah organik. Maka sampah organik harus selesai di kelurahan. Kita manfaatkan meeting point penggerobak, dan setiap penggerobak kita dorong memiliki satu biopori untuk mengelola sampah organik,” ujar Hasto dalam rapat koordinasi pengelolaan sampah di Ruang Bima Balai Kota Yogyakarta, Senin (15/12/2025).

BACA JUGA : 40 Truk Diterjunkan, Target 100 Rit Sampah Terangkut Sebelum Nataru

BACA JUGA : Wali Kota Hasto Targetkan Depo Sampah Kotabaru Bersih sebelum Nataru

Dia menekankan pentingnya memastikan tidak ada lagi sampah organik, baik basah maupun kering, yang masuk ke depo maupun UPS. Untuk sampah organik kering yang masih dapat dimanfaatkan, pemilahan tetap dilakukan dan dikumpulkan di satu titik sebelum dijemput oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

“Sampah organik kering masih bisa dipilah dan dikumpulkan di satu titik, seperti RTHP atau kantor kelurahan. Nanti DLH yang menjemput. Yang penting tidak ada lagi sampah organik yang masuk ke depo. Saya yakin kalau sampah itu terpilah, volume yang sampai ke hilir akan berkurang signifikan,” katanya.

Hasto juga mendorong para pemimpin wilayah agar lebih persuasif dan aktif mencari terobosan dalam pengelolaan sampah. Salah satu langkah yang terus dioptimalkan adalah penggunaan biopori jumbo secara komunal, baik melalui dukungan anggaran APBD maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

Menurutnya, tantangan terbesar dalam pengelolaan sampah terletak pada perubahan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, rekonstruksi sosial menjadi kunci utama dalam membangun kesadaran kolektif warga.

BACA JUGA : Antisipasi Lonjakan Sampah Nataru, Pemkot Yogyakarta Genjot Pengosongan 500 Ton Sampah

BACA JUGA : Wali Kota Hasto Geram Sampah Liar di Sungai Code, Pelaku Bakal Diburu

“Sampah ini belum selesai dan tugasnya tidak ringan karena yang kita ubah adalah perilaku masyarakat. Mengubah perilaku itu tidak mudah. Yang kita lakukan adalah rekonstruksi sosial, dan itu membutuhkan ketekunan, kesabaran, serta harus dilakukan terus-menerus,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta Rajwan Taufiq mengatakan pihaknya mulai memperketat kebijakan tidak menerima sampah organik di depo maupun UPS. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: