Antara Trotoar dan Kanvas, Kisah Andri Penjaga Komunitas Girli di Malioboro
Andri menjaga lapak buku komunitas Girli di sisi Halte Trans Jogja Malioboro 1, Yogyakarta, siang hari, (23/11/2025). --Foto: Kristiani Tandi Rani/diswayjogja.id
“Kalau saya sendiri, sudah lama jaga di sini. Tapi tidak setiap hari, hanya kalau pas ada libur,” tuturnya.
BACA JUGA : Tracking Sungai Pelang Sleman Diresmikan, Wakil Bupati Dukung Ekowisata Komunitas
BACA JUGA : Komunitas Sastra Yogyakarta Hadirkan Rekomendasi Kuat untuk Perkuat Ekosistem Literasi
Di luar Malioboro, keseharian Andri jauh dari dunia seni.
Ia bekerja sebagai tenaga distribusi sembako yang setiap hari berpacu dengan waktu dan daerah pengantaran.
“Iya, saya bagian distribusi, mengantar sembako. Jadi selesai antar sembako, ya balik lagi ke sini,” ujarnya, sambil sesekali memperbaiki susunan kanvas yang agak miring diterpa angin.
Hal yang membuat ruang ini istimewa bukan hanya seni, tetapi filosofi yang menggerakkannya.
Tidak ada struktur formal, tidak ada pungutan, dan tidak ada transaksi wajib.
Bahkan, baginya sendiri, menjaga galeri terbuka ini bukan pekerjaan, melainkan komitmen sosial.
BACA JUGA : Tracking Sungai Pelang Sleman Diresmikan, Wakil Bupati Dukung Ekowisata Komunitas
BACA JUGA : Komunitas Sastra Yogyakarta Hadirkan Rekomendasi Kuat untuk Perkuat Ekosistem Literasi
“Tidak dibayar sama sekali,” imbuhnya pelan, namun tegas.
Sejak dua tahun terakhir, ia menjadi sosok yang tak asing di sudut Malioboro.
Dari sore hingga malam, ia menjaga aktivitas komunitas yang merajut kehidupan seni dan kerajinan di jantung kota budaya ini.
“Mulainya dari jam setengah 3 siang sampai malam saya jaga. Biasanya sampai jam 10 atau 11, kadang sampai jam 12,” ujarnya sambil tersenyum, menandai dedikasi yang dijalani tanpa pamrih.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: