Antara Trotoar dan Kanvas, Kisah Andri Penjaga Komunitas Girli di Malioboro

YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Di tengah hiruk-pikuk wisatawan yang hilir mudik di Malioboro, denyut budaya tak pernah benar-benar padam. 

Di balik lantunan musik jalanan, gerak tari, hingga aktivitas membaca buku di trotoar, hadir Komunitas Girli, kelompok yang lahir dari ajaran sosial Romo Y.B. Mangunwijaya dan hingga kini masih menjaga roh kebersamaan di kawasan ikonik tersebut.

Girli Malioboro menjadi salah satu simpul gerakan komunitas yang masih aktif menyelenggarakan kegiatan budaya dengan semangat gotong royong dan kesukarelaan. 

Berbagai kegiatan berlangsung tanpa struktur formal, tetapi mengalir sebagai bentuk ekspresi warga kota dan pelaku seni.

Salah satu anggota komunitas Girli, Andri, setiap harinya terlihat menjaga lapak buku kecil di sisi Halte Trans Jogja Malioboro 1. 

Ia hadir bukan sekadar menjual buku, tetapi merawat ruang interaksi sosial, sebuah warisan nilai Romo Mangun yang selalu menempatkan manusia sebagai pusat kehidupan.

BACA JUGA : Kasus Ojol Dianiaya di Sleman, Pelaku Diserahkan Komunitas Papua

BACA JUGA : Jakarta Timur Punya Wisata Lokal yang Jadi Jantung Rekreasi SampaiKomunitas, Simak Informasi Lengkapnya

“Kalau ada acara kumpul, teman-teman biasanya datang. Jadi ya ada suka dukanya,” katanya sambil tersenyum, Minggu (23/11/2025). 

Ia menjelaskan bahwa rutinitas menjaga ruang budaya di Malioboro bukan tanpa tantangan. 

Aktivitas seni yang tumbuh di ruang publik tak jarang berjalan spontan, dengan fasilitas yang tidak selalu memadai.

“Dalam hati ya ada rasa senang, ada juga capeknya. Misalnya yang nari, yang makan di sini, kadang bukan buka permanen, masih temporer," ucapnya. 

Di sudut lain, kelompok musik jalanan turut menjadi bagian dari ekosistem budaya Malioboro. 

Mereka tampil bukan semata sebagai penghibur, tetapi pelanjut tradisi ruang publik sebagai tempat berkarya.

Sumber: