Antara Trotoar dan Kanvas, Kisah Andri Penjaga Komunitas Girli di Malioboro
Andri menjaga lapak buku komunitas Girli di sisi Halte Trans Jogja Malioboro 1, Yogyakarta, siang hari, (23/11/2025). --Foto: Kristiani Tandi Rani/diswayjogja.id
Keluarga dan komunitas menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kesehariannya.
“Banyak yang kenal saya di sini karena keluarga besar. Soalnya saya lahirnya dari Girli. Waktu bekerja sambil sekolah dulu, saya juga terbiasa hidup dalam komunitas," jelasnya.
BACA JUGA : Muhammad Qadhafi: Komunitas Sastra Jangan Cuma Nulis, Tapi Bikin Dampak
BACA JUGA : Perpustakaan Digital SMPN 1 Pakem Jadi Magnet Literasi, Pinjaman Buku Melonjak dalam Tiga Minggu
Malioboro hari ini menjadi rumah bagi beragam aktivitas kreatif. Komunitas yang hadir di sini sangat beragam, dari seniman dan pelukis, hingga pengrajin kerajinan kulit, pembuat sepatu, pengrajin kunci, hingga pembuat mon tote menjadi tas.
“Di sini macam-macam, ada seniman, pelukis, komunitas kerajinan kulit, pembuat sepatu, pengrajin kunci, sampai yang bikin monte jadi tas,” kisahnya, menekankan keragaman yang membentuk ekosistem kreatif Malioboro.
Baginya, menjaga komunitas bukan sekadar rutinitas, melainkan upaya merawat warisan nilai sosial dan budaya yang diturunkan Romo Mangun.
Di tengah hiruk-pikuk wisatawan dan aktivitas komersial, komunitas ini tetap menjaga identitas Malioboro sebagai ruang hidup yang kaya seni dan persahabatan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: