Filosofi Karawitan Jawa, Tembang Menggambarkan Perjalanan Hidup Manusia
Seniman karawitan, Putut menjelaskan filosofi tembang Jawa yang menggambarkan perjalanan hidup manusia dari janin hingga akhir hayat --Foto: Kristiani Tandi Rani/diswayjogja.id
BACA JUGA : Upaya Mencintai Seni Tradisional, Pemkab Sleman Berikan Hibah Gamelan dan Alat Musik
BACA JUGA : Komunitas Jogja 90s Mengabadikan Musik yang Lahir di Era 90-an
Tembang Pocung adalah salah satu jenis tembang macapat dalam budaya Jawa yang biasanya digunakan untuk menggambarkan akhir perjalanan hidup manusia.
Tembang ini seringkali dikaitkan dengan kematian dan ritual "pocong" bungkus kain kafan. Baginya, setiap tembang bukan sekadar rangkaian nada dan lirik, melainkan pengingat perjalanan hidup yang penuh makna.
“Mengenal karawitan ini sudah sejak kecil, mulai kelas 2 SD sudah pentas, lalu lama vakum, kemudian aktif lagi. Rasanya karawitan itu memberi ketenteraman,” ujarnya.
Putut menekankan bahwa nilai-nilai dalam karawitan Jawa dapat menjadi bekal hidup di tengah derasnya arus budaya populer. Menurutnya, filosofi setiap tembang mengajarkan manusia untuk menghargai proses kehidupan, dari awal hingga akhir.
Ia berharap generasi muda mendapatkan ruang untuk mempelajari dan menghayati makna tembang Jawa. Dengan demikian, warisan budaya ini tidak hanya menjadi simbol masa lalu, tetapi juga pedoman moral dan etika di masa kini.
BACA JUGA : Rakernas JKPI 2025 di Yogyakarta, Hasto Wardoyo Tegaskan Pentingnya Pelestarian Kota Pusaka
BACA JUGA : Puluhan Kepala Daerah Se-Indonesia Ikuti Fun Bike, Susuri Sumbu Filosofi Yogyakarta
“Kalau anak-anak muda mau belajar, mereka akan tahu bahwa setiap tembang mengandung pesan moral yang dalam. Ini penting untuk menjaga keseimbangan hidup,” pesannya.
Putut juga mengingatkan bahwa karawitan memiliki kekuatan membentuk karakter melalui rasa kebersamaan.
Dalam setiap pertunjukan, pemain gamelan saling mendengar, menyesuaikan tempo, dan menyatu dalam harmoni. Ia menyebut hal ini sebagai latihan empati dan kerja sama yang jarang disadari banyak orang.
Selain sebagai seni pertunjukan, karawitan juga menyimpan kekayaan bahasa, sastra, dan sejarah. Lirik tembang sering memuat kisah-kisah yang relevan sepanjang zaman, dari nasihat leluhur hingga cerita rakyat yang sarat nilai pendidikan.
“Kalau kita mau melihat lebih jauh, karawitan ini adalah gambaran kehidupan. Ada awal, ada puncak, dan ada akhir. Semua fase itu tergambar dalam urutan tembang,” tambahnya.
Dengan pemahaman ini, Ia berharap karawitan Jawa tidak hanya dilihat sebagai hiburan, tetapi juga media pembelajaran yang mampu membentuk kepribadian.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: