Filosofi Karawitan Jawa, Tembang Menggambarkan Perjalanan Hidup Manusia
Seniman karawitan, Putut menjelaskan filosofi tembang Jawa yang menggambarkan perjalanan hidup manusia dari janin hingga akhir hayat --Foto: Kristiani Tandi Rani/diswayjogja.id
SLEMAN, diswayjogja.id — Karawitan Jawa menyimpan filosofi mendalam yang merekam perjalanan hidup manusia sejak berada di dalam kandungan hingga akhir hayat.
Pesan tersebut disampaikan seniman karawitan, Putut usai tampil di acara karawitan dalam Upacara Adat Saparan Kirab Bekakak 2025 yang digelar di Kelurahan Ambarketawang, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman, Jumat (8/8/2025).
“Syair-syair dalam karawitan itu bisa menceritakan sesuatu dari perjalanan manusia,” katanya.
Ia memaparkan, dalam tradisi tembang Jawa terdapat urutan yang melambangkan fase kehidupan.
BACA JUGA : Dengerin Musik Dapat Cuan? Simak Cara Mudah Mainkan Aplikasi Song Reviewer dan Dapatkan Rp50 Ribu Sehari
BACA JUGA : Grup Poem Bengsing Garap Album Salimsik, Ekspresi Perayaan Bulan Ramadan dengan Musik
“Yang pertama Maskumambang, itu perjalanan hidup janin manusia ketika di dalam perut. Setelah itu ada tembang Micil, artinya lahir,” ujarnya.
Tembang Maskumambang adalah salah satu jenis tembang macapat dalam sastra Jawa, yang menggambarkan fase kehidupan manusia saat masih berada dalam kandungan.
Secara harfiah, "Mas" berarti memahami diri, dan "Kumambang" berarti mengambang atau melayang, menggambarkan kehidupan bayi yang masih bergantung pada ibunya di dalam rahim.
Tembang Mijil adalah salah satu jenis tembang macapat dalam sastra Jawa. Tembang ini memiliki makna filosofis yang mendalam, melambangkan awal dari suatu perjalanan hidup dan pertumbuhan
Fase berikutnya adalah tembang Sinom yang menggambarkan masa muda, disusul Asmaradana yang melukiskan masa penuh cinta.
Tembang Sinom adalah salah satu jenis tembang macapat dalam sastra Jawa yang menggambarkan fase kehidupan manusia dari masa anak-anak hingga remaja, khususnya masa pubertas.
Tembang Asmaradana adalah salah satu jenis tembang macapat dalam sastra Jawa, yang secara khusus menggambarkan perasaan asmara atau cinta.
“Ada banyak tembang sampai yang terakhir Pocung. Pocung itu artinya ya sudah dikafani,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: