YOGYAKARTA (Disway Jogja) – Achmad Yurianto, Yah mungkin sebagian besar dari masyarakat Indonesia tak asing dengan wajahnya.
Hampir setiap hari wajahnya nongol di layar TV sebagai juru bicara bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 saat awal pandemi masuk ke Indonesia.
Dokter Yuri, sapaan akrabnya, ditunjuk langsung oleh Presiden Joko Widodo sebagai juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19.
Penunjukan tersebut dilakukan secara resmi pada 3 Maret 2020 atau tepat sehari setelah presiden mengumumkan kasus Covid-19 pertama di Tanah Air.
Tugas Yuri adalah menyampaikan kepada masyarakat tentang situasi, kondisi, dan jumlah korban yang ditimbulkan oleh virus Corona di Indonesia. Sejak ditunjuk sebagai jubir pemerintah untuk penanggulanan Covid-19, hampir saban hari wajah Yuri nongol di layar televisi.
Hampir setiap hari Yurianto melayani pertanyaan wartawan tentang penanggulangan Covid-19.
Setiap kemunculannya, selalu identik dengan kabar tentang jumlah pasien Covid-19, baik itu yang sedang dirawat, isolasi mandiri, sembuh, atau meninggal dunia.
Sebagian orang sering menjuluki Yuri sebagai pembawa kabar duka karena Indonesia pernah berada di fase terburuk pandemi Covid-19 di mana ribuan orang meninggal dunia dalam sehari.
Saat menjabat sebagai juru bicara, Yuri sempat menuai kontroversi saat pernyataannya terkait si kaya dan si miskin. Saat itu, Yuri mengajak orang-orang kaya atau yang berkecukupan untuk melindungi orang yang kekurangan.
Jabatan Yuri sebagai juru bicara berakhir pada Juli 2020, digantikan Prof Wiku Adisasmito.
Kini, Achmad Yurianto yang begitu terkenal itu telah tiada. Dia mengembuskan napas terakhir di RSUD Syaiful Anwar, Malang, pada Sabtu (21/5/2022) pukul 18.58 WIB.
Achmad Yurianto divonis menderita kanker usus. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu meninggal dunia setelah sempat mendapatkan perawatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
Yuri yang lahir di Malang pada 11 Maret 1962 sangat dekat dengan dunia militer sejak menjadi mahasiswa. Dia pernah menjabat sebagai Komandan Resimen Mahasiswa (Menwa) pada 1986 hingga 1988 dan bergabung dengan militer setelah lulus kuliah.
Saat duduk di bangku kuliah, Yuri pernah menekuni profesi sebagai fotografer profesional dan menjadikannya sebagai mata pencaharian.
Bahkan, foto hasil jepretannya pernah laku seharga Rp 75 juta. Yuri mengaku senang dengan fotografi hingga akhir hayatnya.