Pakar Politik Luar Negeri UMY Kritik Evakuasi Warga Gaza oleh Presiden Prabowo, Sebut Pemerintah 'Amnesia'

Pakar Politik Luar Negeri UMY Kritik Evakuasi Warga Gaza oleh Presiden Prabowo, Sebut Pemerintah 'Amnesia'

Pakar Politik Luar Negeri UMY, Ratih Herningtyas, mengkritik wacana Presiden Prabowo Subianto yang mengusulkan rencana untuk mengevakuasi seribu warga Gaza ke Indonesia.--Dok. BPH UMY

BANTUL, diswayjogja.id - Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ratih Herningtyas, mengkritik wacana Presiden Prabowo Subianto yang mengusulkan rencana untuk mengevakuasi seribu warga Gaza ke Indonesia.

Usulan tersebut juga memicu berbagai reaksi di kalangan masyarakat dan pengamat politik. Namun, rencana ini tidak lepas dari kontroversi.

Ratih menyebutkan, tindakan pemerintah ini seperti ‘amnesia’ terhadap esensi dari konflik kedua belah pihak.

“Kita harus merunut, sebenarnya konflik di Gaza ada root cause-nya. Tindakan apapun yang dilakukan oleh Indonesia harus mempertimbangkan pada pemahaman tentang apa yang membuat konflik itu terjadi, yakni agresi militer oleh suatu negara (Israel) ke negara lain yang punya hak berdaulat (Palestina). Kalau ada keinginan oleh seorang pemimpin untuk mengevakuasi korban, berarti pemimpin tersebut tidak memahami esensi dari konflik,” ujar Ratih, Selasa (15/4/2025).

BACA JUGA : Teror Kepala Babi di Tempo, Dosen Ilmu Komunikasi UMY Minta Penuntasan Kasus Intimidasi kepada Media

BACA JUGA : Akademisi UMY Tuntut TNI Kembali Menjadi Alat Pertahanan Negara yang Profesional

Langkah dari wacana kebijakan ini berpotensi mempercepat tujuan Israel dalam menguasai wilayah Palestina. Ratih menjelaskan bahwa konflik di Gaza berkaitan erat dengan masalah kedaulatan, dan evakuasi warga dapat mengakibatkan hilangnya populasi di wilayah yang sudah terjajah.

Ia juga menegaskan pentingnya mempertimbangkan implikasi jangka panjang dari rencana ini. Jika seribu warga Gaza dievakuasi, akan ada risiko bahwa mereka tidak dapat kembali ke tanah air mereka ketika situasi telah membaik.

“Harus dipertanyakan bahwa apakah Indonesia tidak mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan yang diambil? Apakah pemerintah Indonesia dapat menjamin bahwa setelah dievakuasi nanti, warga Gaza dapat dikembalikan ke tempat asalnya? Biasanya, orang Palestina yang sudah keluar, akan sulit lagi untuk masuk,” jelasnya.

Berkaitan dengan antara wacana evakuasi dengan kebijakan tarif yang diluncurkan oleh Trump kepada berbagai negara mitranya termasuk Indonesia, menurut Ratih juga sangatlah kuat. 

BACA JUGA : Cegah Dominasi Militer, Pakar Hukum UMY Imbau Lakukan Judicial Review untuk RUU TNI

BACA JUGA : Guru Besar UMY Minta Efisiensi Anggaran Tidak Berdampak Pada Penurunan Pelayanan Publik Dasar

Hal tersebut tidak lepas dari pemberlakuan tarif perdagangan ke Indonesia oleh AS sebesar 32 persen. Maka dari itu, Presiden Prabowo dianggap ingin ‘mengambil hati’ Trump yang juga memiliki niat yang sama, yakni merelokasi warga Gaza ke beberapa negara.

“Di satu sisi, ini jelas bertolak belakang dengan konstitusi kita, kita seakan membantu proses ethnic cleansing itu benar-benar terjadi. Momentum ini bisa dijadikan oleh AS maupun Israel sebagai contoh kasus yang kemudian dipromosikan ke negara lain, bahwa 'Ini loh, Indonesia aja mau loh'. Jangan sampai Indonesia menjadi contoh bagi negara lain untuk ditekan/dipromosikan untuk melakukan hal yang sama,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: