Teror Kepala Babi di Tempo, Dosen Ilmu Komunikasi UMY Minta Penuntasan Kasus Intimidasi kepada Media

 Teror Kepala Babi di Tempo, Dosen Ilmu Komunikasi UMY Minta Penuntasan Kasus Intimidasi kepada Media

BANTUL, diswayjogja.id - Kantor Media Tempo kembali menjadi sasaran teror, di mana sebuah kiriman mencurigakan diterima redaksi Tempo, pada 19 Maret 2025, yang ternyata berisi kepala babi yang dibungkus dalam kotak kardus dan dilapisi styrofoam.

Diketahui, kiriman tersebut ditujukan kepada salah satu awak redaksinya, Francisca Christy Rosana, yang akrab disapa Cica sebagai wartawan desk politik dan host siniar bocor alus.

Pakar Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Fajar Junaedi, menyebutkan tindakan represi terhadap media, tidak hanya mengancam kemerdekaan pers namun juga mencederai demokrasi. Jika situasi ini dibiarkan terus maka akan menjadi preseden buruk tidak hanya bagi media namun juga seluruh bangsa Indonesia.

Menurutnya, sebagai akademisi Ilmu Komunikasi yang concern terhadap kelangsungan demokrasi di Indonesia termasuk ruang bermedia dan kebebasan berpendapat, bahwa pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo adalah hal yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. 

BACA JUGA : Dewan Pers: Kekerasan Terhadap Jurnalis Perempuan Masih Sering Terjadi

BACA JUGA : Siarkan Kebaikan, UMY Gelar Sinergi dengan Media Massa di Yogyakarta

"Hal tersebut adalah ancaman terbuka bagi media dalam melakukan aktivitas jurnalisme yang seharusnya bisa dilakukan dengan aman tanpa tekanan dari pihak manapun. Aktivitas jurnalistik dilindungi UU Pers No 40 tahun 1999 sehingga harus bebas dari teror dan intimidasi dari pihak manapun," ujarnya, Jumat (21/3/2025).

Hal lain yang juga meresahkan, menurut Fajar, yakni adanya fakta bahwa ancaman terbuka kepada jurnalis Tempo ini bukanlah yang pertama kali. Beberapa waktu lalu, Hussein Abri Dongoran juga mendapatkan intimidasi yang dilakukan oleh pihak tak dikenal berupa pelemparan batu ke arah mobil sehingga mengakibatkan kerusakan.

"Data AJI juga menunjukkan bahwa kekerasan kepada wartawan sepanjang tahun 2024 tercatat 73 kasus mulai dari kekerasan fisik hingga non-fisik. Bahkan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak pernah diusut tuntas dalam kerangka menegakkan keadilan dan demokrasi," jelasnya.

Fajar menyebutkan, media merupakan entitas yang penting sekaligus sebagai kekuatan keempat (fourth estate) untuk mengawal pelaksanaan demokrasi dalam sebuah negara. Oleh karena itu, kondisi-kondisi yang merepresi media termasuk jurnalis tidak bisa dilihat sebagai situasi yang insidental belaka dan sangat tidak dibenarkan. 

BACA JUGA : Kolaborasi Media Jadi Kunci Menjaga Eksistensi Hadapi Transformasi Era Digital

BACA JUGA : Kerja Sama Disway dan B-Universe, Kolaborasi Media Jadi Strategi Adaptasi Perubahan Zaman

"Artinya, vakumnya intervensi pihak berwajib dalam penanganan kasus intimidasi kepada jurnalis sangat berpeluang membuat kasus serupa terjadi di masa mendatang," katanya.

Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UMY ini juga mengatakan, bangsa ini dengan berbagai krisis dan gelombang protes yang ditujukan kepada elit politik, membutuhkan media yang dapat menyuarakan aspirasi publik serta memberikan tekanan kepada penguasa agar sesuai dengan prinsip demokrasi yang mengutamakan check and balance,  menghargai kebebasan berpendapat dan akal sehat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: