Pakar HI UMY: Jangan Bergantung Bantuan Asing, Usai Trump Tutup USAID
Pakar Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr Ratih Herningtyas, merespon keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang menghentikan aliran dana bantuan luar negeri melalui USAID selama 90 hari. --Foto: Anam AK/diswayjogja.id
BANTUL, diswayjogja.id - Pakar Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ratih Herningtyas, merespon keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang menghentikan aliran dana bantuan luar negeri melalui USAID (United States Agency for International Development) atau Lembaga Pembangunan Internasional Amerika selama 90 hari.
Ratih menilai, keputusan ini seharusnya bisa menjadi evaluasi bagi pemerintah Indonesia agar tidak terlalu bergantung pada bantuan asing. Mengingat bantuan tersebut juga merupakan alat diplomasi yang digunakan negara donor untuk memenuhi kepentingan strategisnya.
“Pemerintah harus menyadari bahwa bantuan asing itu tetap alat politik yang akan digunakan negara asing, selama dia bisa memenuhi atau mengamankan kepentingan strategisnya,” katanya, Minggu (9/2/2025).
Meskipun demikian, keputusan tersebut membawa dampak bagi negara-negara penerima bantuan, salah satunya Indonesia. Sejumlah proyek yang telah berjalan, seperti program kesehatan terkait stunting, polio, TBC, serta proyek-proyek anti korupsi dan tata kelola pemerintahan, terancam terganggu.
BACA JUGA : Persiapan Retreat Kepala Daerah, Wamendagri Bima Arya Tinjau Istana Kepresidenan Yogyakarta
BACA JUGA : Kenalkan Potensi Unik, Pemkot Yogyakarta Gelar Tour De Kotabaru 2025 dalam Upaya Kembangkan Kotabaru
Sehingga, menurut Ratih, yang bisa dilakukan saat ini oleh pemerintah Indonesia adalah memastikan kelanjutan proyek-proyek ini tetap bisa berjalan tanpa bantuan dana dari USAID. Pemerintah Indonesia harus segera mencari alternatif pendanaan dari lembaga donor internasional lainnya, seperti Australia melalui AusAID, atau negara-negara maju lainnya yang memiliki lembaga serupa.
Namun, dampaknya akan sangat bergantung pada seberapa cepat alternatif pendanaan dapat ditemukan. Proses pencarian dana dari lembaga donor lain memerlukan waktu dan prosedur yang cukup rumit, mulai dari penyesuaian proposal hingga pemenuhan standar dari masing-masing lembaga.
Menurutnya, meskipun APBN dapat menjadi salah satu solusi sementara, namun dengan adanya efisiensi anggaran yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, kemungkinan besar target-target proyek tersebut akan mengalami penundaan atau bahkan kegagalan untuk dipenuhi sesuai dengan yang diharapkan.
“Karena dananya dihentikan, artinya Indonesia harus berpikir untuk memastikan proyek yang sudah berjalan tidak mangkrak. Harus mencari alternatif pendanaan baru, paling tidak untuk memastikan target dari proyek itu tercapai. Akan tetapi melihat situasi sekarang itu kan tidak mudah karena pemerintah sedang melakukan efisiensi, pemotongan berbagai anggaran,” jelasnya.
BACA JUGA : Pasar Terban Direvitalisasi, Pemkot Yogyakarta dan BPPW PUPR DIY Targetkan Akan Selesai di Juli 2025
BACA JUGA : JCI Yogyakarta Gelar Seminar Kuliah Gratis dan Magang ke Jerman, Peluang Bagi Pemuda Indonesia
Oleh karena itu, Indonesia perlu merencanakan alternatif jangka panjang agar proyek-proyek strategis tetap berjalan tanpa bergantung pada bantuan luar negeri. Pemerintah juga harus memahami bahwa bantuan asing hanyalah sebagai tambahan dana yang bisa membantu percepatan sebuah program, bukan menjadi sumber utama pendanaan bagi proyek-proyek strategis.
“Kebijakan Trump ini menjadi pengingat bagi Indonesia untuk lebih mandiri dan tidak menggantungkan diri pada bantuan luar negeri yang sewaktu-waktu bisa dihentikan. Ke depan, Indonesia perlu memperkuat kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan prioritas dalam negeri, sambil tetap menjaga hubungan baik dengan negara-negara donor untuk memastikan kelancaran proyek-proyek pembangunan yang penting bagi kesejahteraan rakyat,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: