Akademisi UMY Tuntut TNI Kembali Menjadi Alat Pertahanan Negara yang Profesional

Civitas akademika UMY memberikan pernyataan sikap situasi demokrasi saat ini, Sabtu (22/3/2025) usai penyusunan Revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang dinilai berlangsung cepat, tanpa transparansi dan seolah dilakukan secara diam-diam. --Foto: Anam AK/diswayjogja.id
BANTUL, diswayjogja.id - Sejumlah akademisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menilai proses penyusunan Revisi Undang-Undang (RUU) yang berlangsung cepat, tanpa transparansi dan seolah dilakukan secara diam-diam dapat mengabaikan aspirasi publik secara luas.
Mereka menyatakan kekhawatiran dan ketakutan sebagai masyarakat akan kembali masuknya TNI ke dalam ranah sipil.
Wakil Rektor UMY bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan, Zuly Qodir, mengatakan isi yang terkandung dalam perubahan UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI dapat dibilang sangat krusial. Ini dapat memberikan keleluasaan dan ruang gerak yang lebih besar kepada TNI dalam berkiprah di ranah publik, yang dapat merusak iklim demokrasi di Indonesia.
“Setelah disahkan oleh DPR, UU TNI menjadi pintu masuk TNI dalam menggerogoti supremasi sipil dalam iklim demokrasi. Sehingga ini akan menjadi sangat meresahkan dan merupakan alarm berbahaya bagi keberlangsungan kebebasan sipil, hak asasi manusia dan iklim demokrasi,” ujar Zuly dalam pernyataan sikapnya di Selasar Gedung AR Fakhruddin UMY, Sabtu (22/3/2025).
Guru besar UMY di bidang sosiologi politik ini mengatakan bahwa pernyataan sikap UMY sebagai bentuk kepedulian dan ketidakinginan agar hal baik yang sudah dibangun sejak masa reformasi menjadi rusak hanya karena keinginan sebagian pihak.
BACA JUGA : Cegah Dominasi Militer, Pakar Hukum UMY Imbau Lakukan Judicial Review untuk RUU TNI
BACA JUGA : Teror Kepala Babi di Tempo, Dosen Ilmu Komunikasi UMY Minta Penuntasan Kasus Intimidasi kepada Media
Zuly melihat hal tersebut akan berbahaya bagi perkembangan demokrasi yang beradab di masa depan. Ia khawatir bahwa gejala new authoritarianism sudah mulai muncul melihat masuknya TNI ke ranah sipil.
“Kita pantas untuk khawatir, bahkan takut akan semakin meluas dan menguatnya peran militer dalam politik kekuasaan. Kondisi ini akan mengaburkan komitmen bersama yang menjadi gentlement agreement bahwa TNI seharusnya menjadi alat pertahanan negara yang kuat, tangguh dan profesional,” katanya.
Terkait dengan potensi kembalinya dwifungsi militer, pakar hukum tata negara UMY, Prof. Iwan Satriawan, menyampaikan bahwa angkatan bersenjata yaitu TNI dan POLRI dituntut untuk bersikap profesional dalam tugasnya. Dia mengatakan tidak akan ada demokrasi yang transparan jika TNI memasuki ranah sipil, hanya akan terjadi ketakutan di masyarakat.
“Persoalan seperti ini sudah pernah dibahas pada masa reformasi. Prinsip dari TNI menurut UUD adalah untuk menjaga pertahanan dan keamanan negara, jika TNI ingin masuk ke wilayah sipil maka seharusnya dia melepaskan seragam dan senjatanya di militer. Karena kita tidak bisa berdemokrasi jika salah satu pihak memegang senjata, maka sudah seharusnya TNI bersikap profesional seperti yang tercantum dalam pasal 30 dari UUD,” katanya.
BACA JUGA : Bertahan Hingga Dini Hari, Unjuk Rasa Tolak Revisi UU TNI di DPRD DIY Berakhir Ricuh
BACA JUGA : Demo UU TNI Berakhir Ricuh, Sri Sultan: Sampaikan Aspirasi, Jangan Merusak
Menurut Iwan, berdasarkan Pasal 30 Undang-undang 1945, kewenangan TNI adalah untuk menjaga pertahanan dan keamanan negara. Kalau tentara mau ke wilayah sipil menjadi pejabat di kementerian, harusnya dia meninggalkan jabatannya sebagai TNI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: