Muhammadiyah Umumkan Awal Ramadan, 1 Ramadan Jatuh Pada 1 Maret 2025

Muhammadiyah Umumkan Awal Ramadan, 1 Ramadan Jatuh Pada 1 Maret 2025

Ketua Umum PP Muhammdiyah, Haedar Nashir menyampaikan maklumat dan penentuan awal Ramadan 1446 H-jogja.suara.com-

Apalagi Islam mengajarkan di tengah perbedaan agama, suku, ras, golongan, dan mungkin juga orientasi politik, umat tetap harus menjadi teladan dalam merawat kebersamaan dan kemajemukan.

“Namun, kemajemukan ini harus bermakna dan membawa bangsa ini semakin maju, lebih baik, serta berperadaban tinggi,” ujarnya.

Di tengah program efisiensi anggaran di tingkat nasional, Muhammadiyah juga mengimbau dengan rendah hati agar warga dan elite bangsa mengambil hikmah dari puasa. Puasa mengajarkan umat menahan lapar dari pagi hingga maghrib.

BACA JUGA : Ngabuburit di Pasar Pasan Kotagede, Serunya Berburu Takjil saat Ramadan

BACA JUGA : Tarhim Ramadan, Jamaah Masjid Baiturrohman Ucapkan Terima Kasih kepada Wali Kota Tegal

Hal itu seharusnya membuat para elite juga ikut hidup lebih hemat, tidak boros. Selain itu mampu membedakan antara kebutuhan, kepentingan, dan keinginan.

Elite bangsa, termasuk elite di Muhammadiyah pun mestinya menjadikan puasa harus menjadi momentum untuk introspeksi.

Elite bangsa harus menghindari sikap hidup berlebihan, arogansi, dan tindakan yang tidak patut dicontoh oleh rakyat. Lebih dari itu, mereka harus menjadi role model dalam kepemimpinan.

“Apakah kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan amanah rakyat? Setelah pemilu dan pilkada, apakah kita benar-benar menjadi representasi rakyat yang memiliki nilai spiritual tinggi, menjaga amanah dengan baik, dan berorientasi pada kepentingan bangsa serta negara, bukan kepentingan pribadi dan kelompok?,” tandasnya.

BACA JUGA : Awal Ramadan, Harga Sembako di Kabupaten Tegal Naik Lagi

BACA JUGA : Ramadan, Alfamart Bagikan 35.000 Paket Buka Puasa untuk Kaum Duafa di Kabupaten Tegal

Selain memiiki keterampilan pragmatis dalam kehidupan, seorang pemimpin harus memiliki ilmu dan hikmah. Bahkan dalam demokrasi, Pancasila mengajarkan sila keempat Pancasila.

Sebab demokrasi membutuhkan hikmah dan kebijaksanaan. Karenanya para pemipin bangsa harus memiliki wawasan dan kebijaksanaan agar dapat membimbing rakyat serta membawa negara ini ke arah yang benar dan sesuai dengan cita-citap para pendiri bangsa.

“Puasa mengajarkan refleksi diri bagi setiap tokoh dan elite bangsa. Seperti yang dikatakan oleh M r. Supomo (pahlawan nasional Indonesia-red), membangun Indonesia bukan hanya tentang fisik, tetapi juga tentang jiwa. Jiwa itu terletak pada hikmah dan ilmu para pemimpin bangsa,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: jogja.suara.com