AJI Yogyakarta dan LKiS Bahas Hadapi Perubahan Iklim, Perlu Mitigasi dan Adaptasi

 AJI Yogyakarta dan LKiS Bahas Hadapi Perubahan Iklim, Perlu Mitigasi dan Adaptasi

AJI Yogyakarta dan Yayasan LKiS menggelar diskusi perubahan iklim di Aula Kantor LKiS Yogyakarta, Minggu (9/2/2025). Dalam diskusi tersebut disebutkan perlunya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. --dok. AJI Yogyakarta

BANTUL, diswayjogja.id - Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta menggelar diskusi tentang keadilan iklim di Aula Kantor Yayasan LKiS pada Minggu (9/2/2025).

Acara ini mempertemukan jurnalis media mainstream, lembaga pers mahasiswa (LPM), serta komunitas dan aktivis pegiat lingkungan yang ada di Yogyakarta.

Koordinator Data dan Informasi Stasium Klimatologi Yogyakarta, Etik Setyaningrum, menjelaskan dari tahun ke tahun cuaca ekstrim makin sering dirasakan. Hal ini diakibatkan oleh pemanasan global atau signal pemanasan.

“Misalnya saja di 2016, suhu bumi mencapai 1.28°C di atas suhu rata-rata massa pra-industri. Di Indonesia, anomali maksimum tercatat di Stasiun Meteorologi Sentani - Jayapura (sebesar 0.8 °C) pada tahun 2022,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa berdasarkan statistik yang dimilikinya, perubahan iklim menyebabkan bencana hidrometrologi yang makin sering terjadi. 

BACA JUGA : Wujudkan dan Dukung Iklim Hukum Berkeadilan, Dirjen Bea Cukai Sediakan Mekanisme Keberatan

BACA JUGA : Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Krisis Iklim Harus Diselesaikan dengan Inovasi

“Bencana hidrometrologi itu bencana yang berhubungan dengan air dan atmosfer. Kebanyakan air jadi banjir, kurang air kekeringan, atmosfer terlalu lembab bisa menyebabkan beberapa varietas tidak dapat panen dan lain sebagainya,” jelasnya.

Etik juga menjelaskan ada dua cara dalam menghadapi perubahan iklim, pertama tindakan mitigasi yaitu mengatasi penyebab perubahan iklim dan kedua adaptasi yaitu tindakan menyesuaikan diri untuk mengantisipasi pengaruh buruk perubahan iklim.

Program Officer Yayasan LKiS, Moh. Ali Rohman, menyampaikan bahwa krisis iklim menjadi ancaman serius bagi penghuni bumi. Namun masih sangat banyak warga yang acuh terhadap situasi tersebut.

“Diskusi yang diselenggarakan bersama jurnalis pada hari ini merupakan langkah dalam menarasikan krisis iklim ini ke ruang publik dan sekaligus menjadi sebuah edukasi yang massif.”, tutur Ali.

BACA JUGA : UGM Gelar Summer Course 2024 di Kulon Progo, Perkuat Ketahanan Kesehatan Iklim

BACA JUGA : Wujudkan dan Dukung Iklim Hukum Berkeadilan, Dirjen Bea Cukai Sediakan Mekanisme Keberatan

Sementara Anggota Jaringan Masyarakat Peduli Iklim (Jampiklim), Heron, mengatakan faktor utama perubahan iklim adalah ulah manusia. Sektor terbesar perubahan iklim adalah sektor industri, energi fosil, gas bumi, batu bara dan lain-lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: