Ratusan Tenaga Kerja di Sleman Kena PHK Hingga Oktober 2024, Simak Faktor Penyebabnya
Ratusan Tenaga Kerja di Kabupaten Sleman Terkena PHK Hingga Oktober 2024--iStockphoto
BACA JUGA : Lomba Burung Berkicau Piala Wali Kota Yogyakarta ke 11, Jadi Ajang Apresiasi Dan Pelestarian
Di sisi lain, Sutiasih juga mengungkapkan ada 5.853 perusahaan yang saat ini sedang beroperasi di Kabupaten Sleman.
Sutiasih membeberkan dari jumlah itu sebanyak 4.675 di antaranya perusahaan mikro. Jumlah itu setara dengan 79,8 persen dari jumlah perusahaan yang ada di Kabupaten Sleman.
“Menurut data Wajib Lapor Ketenagaan Perusahaan (WLKP) itu yang usaha mikro ada 4675. Artinya banyak sekali usaha mikro. Usaha mikro ini kan yang pemula-pemula, yang kecil-kecil,” ungkapnya.
Sementara sisanya, sebanyak 476 perusahaan berskala kecil dan 492 perusahaan bersakala menengah serta 210 perusahaan berskala usaha besar.
Berdasarkan sebarannya, persebaran perusahaan terdapat di Kapanewon Depok 1.771 perusahaan, Ngaglik 882 perusahaan dan Mlati 724 perusahaan.
Ekonom UGM, Akhmad Akbar Susamto menyampaikan salah satu tantangan pemerintahan baru ada di sektor ketenagakerjaan.
Akhmad menjelaskan meskipun tingkat pengangguran terbuka (TPT) telah turun ke level yang lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi Covid-19, struktur tenaga kerja saat ini masih didominasi oleh pekerja sektor informal.
Informasi ini disebut Akhmad memperlihatkan adanya penurunan pada jumlah pengangguran namun kualitas pekerjaan yang ada belum terlihat membaik.
“Ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah pengangguran berkurang, kualitas pekerjaan belum membaik,” ungkapnya.
BACA JUGA : Bakesbangpol Yogyakarta Ajak Masyarakat Eksplorasi Kotabaru Lewat Lomba Fotografi
BACA JUGA : Gunung Merapi Terus Meraung, BPPTKG Yogyakarta Terus Pantau Status Erupsinya
Jumlah pekerja sektor informal pasca pandemi jauh lebih besar daripada sektor formal. Jumlah 84,13 juta orang atau setara dengan 59,17% dari total pekerja yakni para pekerja di sektor informal.
“Kondisi ketenagaan kita belum pulih sepenuhnya, tapi orang butuh makan. Jadi apa saja dikerjakan, serabutan begitu. Maka tidak heran kalau sektor informal meningkat,” katanya.
Di sisi lain, dominasi faktor informal ini juga seolah menggambarkan bagaimana lemahnya sektor formal menyerap tenaga kerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: harianjogja.com