Pemda DIY Belajar Pengelolaan WBD ke Bali, Pertahankan Sumbu Filosofi Yogyakarta

Pemda DIY Belajar Pengelolaan WBD ke Bali, Pertahankan Sumbu Filosofi Yogyakarta

Pemerintah Daerah (Pemda) DIY melakukan studi banding pengelolaan Warisan Budaya Dunia ke Bali.-DOK.-

BADUNG, DISWAYJOGJA – Pemerintah Daerah (Pemda) DIY melakukan studi banding pengelolaan Warisan Budaya Dunia ke Bali. Hal itu dilakukan karena Pemda DIY memiliki tanggung jawab untuk memelihara Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD), seperti yang telah ditetapkan oleh UNESCO.

Studi banding ini dipimpin langsung Sekretaris Daerah DIY Beny Suharsono pada Senin, 27 Mei 2024 di Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali. Menurut Beny, pada 2012, sistem pengairan Subak dari Bali, mendapatkan pengakuan WBD dari UNESCO. Selama 12 tahun mengelola WBD Subak, menjadi alasan Pemda DIY untuk melakukan studi banding pengelolaan WBD di Bali dalam rangka upaya pelestarian Sumbu Filosofis Yogyakarta.

BACA JUGA:Jadi Warisan Dunia , Sumbu Filosofi Memperkokoh Keistimewaan Yogyakarta sebagai Kota Peradaban

Beny menjelaskan, setelah penetapan WBD Sumbu Filosofi Yogyakarta pada 18 September 2023 lalu, Pemda DIY telah melakukan beberapa langkah strategis. Dari sisi regulasi, telah terbit Keputusan Gubernur DIY Nomor 360/KEP/2023, tentang Sekretariat Bersama Pengelolaan Warisan Dunia Sumbu Filosofi Yogyakarta.

”Keputusan Gubernur ini digunakan sebagai fondasi untuk memastikan fungsi komunikasi; penyiapan kebijakan dan strategi pengelolaan; koordinasi-integrasi perencanaan, operasional, monitoring, dan evaluasi; serta mendukung fungsi pelaporan. Semua fungsi itu menjadi urgensi, maka kami merasa tepat memilih Bali sebagai tujuan studi banding. Sebab, Subak telah lebih dahulu ditetapkan sebagai warisan budaya dunia," paparnya.

Beny mengatakan, atribut WBD Sumbu Filosofi Yogyakarta sangat dipengaruhi oleh beberapa hal. Yaitu, adanya tekanan pembangunan, tekanan lingkungan, kesiapsiagaan bencana, isu pariwisata berkelanjutan, dan eksistensi sosial-budaya masyarakat sekitar.

Dari sisi budayanya, Beny menuturkan, terdapat kemiripan antara WBD Sumbu Filosofi Yogyakarta dengan Sistem Subak di Bali, yakni budaya secara filosofis.

”Kami berharap dengan kunjungan hari ini, dapat menjadi sarana untuk diskusi terkait pelestarian cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan. Dengan demikian, bisa kami adaptasi dan implementasikan pada pengelolaan Sumbu Filosofi Yogyakarta,” harapnya.

BACA JUGA:Naik Andong dan Becak Kayuh, 50 Finalis Miss Mega Bintang Promosi Kampung Wisata Sumbu Filosofi

Sementara itu, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV Abi Kusno mengatakan, Subak sebagai WBD tidah hanya sebatas persawahan, tapi lebih kepada Subak dalam artian sebuah sistem. Dimana sistem Subak dengan segala ritual-ritualnya cukup mirip dengan WBD Sumbu Filosofi Yogyakarta. Dimana filosofi Tri Hita Karana menjadi hal paling penting dalam sistem Subak.

”Dalam perwujudan Tri Hita Karana, ada Parahyangan, Pawongan dan Palemahan yang dapat diartikan bentuk hubungan antara Tuhan, Manusia dan Lingkungan. Dalam hal ini, ketika Subak hilang maka keseimbangan kehidupan akan goyah,” ungkapnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: