Pemilik Pertashop di Jogja Menjerit di Tengah Kenaikan Harga BBM, Terpaksa Kurangi Pegawai

Pemilik Pertashop di Jogja Menjerit di Tengah Kenaikan Harga BBM, Terpaksa Kurangi Pegawai

Pengusaha pertashop menjerit karena banyak masyarakat yang enggan membeli Pertamax. -Foto: JPNN.com -Foto: JPNN.com

YOGYAKARTA, DISWAYJOGJA.ID – Pertashop di Yogyakarta turut terkena dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Kini Pertashop mulai ditinggalkan setelah adanya kenaikan BBM jenis Pertamax dari Rp12.500 menjadi Rp14.500.

Salah satu pemilik pertashop di Kecamatan Tegalrejo, Kota Jogja, Johnson Simbolon mengungkapkan terjadi penurunan daya masyarakat hingga 50 persen setelah pemerintah menaikkan harga Pertamax.

BACA JUGA:Pertemuan Sherpa Presidensi G20 ke-III, Sri Sultan HB X Optimistis DIY Mampu Menginspirasi

Menurut Johnson, penurunan daya beli masyarakat itu cukup signifikan sehingga ia harus memutar otak agar usahanya tetap bisa berjalan.

"Jika dulu operatornya ada empat, sekarang dikurangi jadi tiga," kata Johnson pada Rabu 28 September 2022.

Selain beban gaji karyawan, ia juga memiliki kewajiban lainnya, seperti membayar tagihan listrik dan air.

Dengan kondisi seperti ini, kata Johnson, tidak menutup kemungkinan beberapa pemilik pertashop juga harus menomboki agar usaha mereka bisa tetap bertahan.

BACA JUGA:Gelombang Laut Tinggi, Wisatawan di Pantai Gunungkidul Kerap Tak Patuhi Imbauan Petugas

"Jika turun 50 persen, jelas tombok. Kami terpaksa mengurangi pegawai biar enggak tombok," katanya.

Lebih lanjut, Johnson juga berharap ke depannya pertashop bisa menyediakan BBM jenis pertalite.

Jika boleh menjual BBM jenis Pertalite, menurut dia, keberadaan pertashop di pelosok-pelosok daerah akan sangat membantu masyarakat desa.

Kemudian, terkait persoalan ini ia berharap pihak terkait memperhatikan kembali selisih harga antara Pertamax dan Pertalite.

BACA JUGA:Dubes Norwegia Dibuat Kagum dengan Tempat Eksotik di Jogja yang Masih Terjaga Kelestariannya

Menurutnya, selisih yang cukup jauh membuat masyarakat meninggalkan penggunaan Pertamax.

"Secara psikologis jelas kalau selisihnya dua literan Rp 10.000 mesti masyarakat akan beralih ke pertalite," tuturnya.

Dia mengatakan selisih maksimal antara Pertamax dan Pertalite ini seharusnya hanya Rp 2.000 saja.

Penurunan permintaan BBM juga dialami oleh Satya Prapanca, pemilik pertashop yang ada di Gunungkidul.

Satya menceritakan sebelum adanya kenaikan harga BBM, pertashop miliknya mampu menjual rata-rata 550 liter per hari.

"Sekarang (setelah kenaikan) rata-rata 95 liter per hari," ungkapnya.

BACA JUGA:Selamat Jalan Prof Samekto Wibowo, Rektor UGM: Almarhum Adalah Sosok yang Berjasa di FKKMK

Satya sendiri memiliki dua pertashop yang berada di Kecamatan Ngawen dan Kecamatan Nglipar. Pertashop itu ia bangun sejak Januari 2022.

Belum genap setahun beroperasi pemerintah menaikkan harga BBM yang berimbas langsung pada usahanya.

Seusai adanya kenaikan harga, pertashop Setya itu tetap berjalan meskipun harus tombok.

"Jadi, Agustus lalu sudah tombok. Gaji karyawan pun tidak cukup," ujarnya.

Senada dengan Johnson, Satya juga mengeluhkan disparitas yang cukup jauh antara Pertamax dan Pertalite.

BACA JUGA:Mantap! Bandara YIA Bakal Layani Penerbangan Rute Yogyakarta ke Singapura

Menurutnya, kondisi serupa dialami oleh mayoritas pemilik usaha pertashop yang ada di Gunungkidul.

Satya sendiri bersama Himpunan Pertashop Seluruh Indonesia (HIPSI) telah melakukan audiensi ke kantor staf kepresidenan dan Pertamina Parta Niaga di Jakarta.

Di tingkat regional pihaknya juga merencanakan audiensi dengan kepala daerah masing-masing.

Lebih lanjut, Satya menambahkan kenaikan cukup tinggi ini tidak sesuai dengan tujuan awal pemerataan distribusi BBM agar masyarakat bisa menikmatinya dengan harga dan kualitas yang sama.

Terkait opsi pertashop boleh menjual Pertalite, Satya lebih mengutamakan agar disparitas harga diperkecil.

BACA JUGA:UGM Berduka, Guru Besar Profesor Samekto Tewas Terseret Ombak Saat Berfoto di Pantai Indrayanti

"Kalau memang pemerintah membuka opsi pertashop menjual Pertalite kami sambut dengan baik juga," ujarnya.

Satya berharap pemerintah membuka mata untuk memberikan solusi terhadap permasalahan ini.

"Jadi, apa pun bentuk kebijakannya yang pasti harapannya harus bisa memecahkan masalah ini. Entah disparitas diperkecil atau opsi menjual yang bersubsidi," ucapnya. (*)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: jpnn.com