Korupsi Memuncak di Yogya, Data 5 Tahun JCW Bongkar Luka Pendanaan Publik

Korupsi Memuncak di Yogya, Data 5 Tahun JCW Bongkar Luka Pendanaan Publik

Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan Jogja Corruption Watch (JCW), Baharuddin Kamba, saat memberikan keterangan terkait tren kasus korupsi DIY dalam refleksi Hari Antikorupsi Sedunia 2025 di Yogyakarta, Senin (8/12/2025).--Foto: Kristiani Tandi Rani/diswayjogja.id

YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Harkodia) 2025 yang dipusatkan di Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi momentum untuk menegaskan kembali bahwa upaya pemberantasan korupsi di daerah ini masih menghadapi tantangan besar. 

Meski mengusung tema 'Satukan Aksi Basmi Korupsi', realitas di lapangan menunjukkan proses penegakan hukum masih stagnan dan belum menyentuh pemulihan kerugian masyarakat sebagai korban.

Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan Jogja Corruption Watch (JCW), Baharuddin Kamba, menilai peringatan Hari Antikorupsi seharusnya dimaknai lebih dari sekadar seremoni tahunan. 

Korupsi, menurut dia, telah memberi dampak luas bagi warga sehingga orientasi penanganannya harus ikut berubah.

“Peringatan Harkodia jangan berhenti pada acara seremonial dengan menghabiskan anggaran. Ini momentum refleksi untuk melihat seriusnya kerusakan yang ditimbulkan korupsi,” katanya, Senin (8/12/2025). 

Data JCW menunjukkan bahwa sejak 2020 hingga 2025, sejumlah kasus korupsi terjadi dan ditangani aparat penegak hukum di DIY. 

BACA JUGA : Ketua KPK Setyo Budiyanto Jelaskan OTT ‘Operasi Tangkap Tikus’

BACA JUGA : Ketua KPK Setyo Budiyanto: Gerakan Nasional SDA Butuh Kolaborasi Publik, Seniman dan Kementerian

Mulai dari korupsi dana desa, penyalahgunaan anggaran pendidikan, hingga kasus bernilai besar seperti korupsi renovasi Stadion Mandala Krida yang merugikan negara Rp 35 miliar.

Beberapa kasus lain yang menyeret pejabat publik juga mewarnai lima tahun terakhir, seperti OTT terhadap mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti pada 2022, serta penyelewengan Tanah Kas Desa (TKD) yang menjerat mantan-mantan lurah di Sleman.

Namun, vonis yang dijatuhkan pengadilan dinilai belum memberi efek jera.

"Banyak kasus sudah sampai meja hijau, tetapi putusan pengadilan masih minimalis. Ini membuat upaya pemberantasan korupsi ‘jauh panggang dari api’,” ucapnya. 

Selain minimnya vonis, pendekatan aparat penegak hukum dinilai hanya fokus pada pemulihan kerugian negara. 

Padahal korupsi menimbulkan dampak sosial luas, dari kemiskinan, ketimpangan, hingga mahalnya biaya hidup.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: