Eks Menara Kopi Lima Bulan Bertahan di Tengah Sepi, Juru Parkir dan PKL Minta Pemkot Tepati Janji

Eks Menara Kopi Lima Bulan Bertahan di Tengah Sepi, Juru Parkir dan PKL Minta Pemkot Tepati Janji

Agil Suharyanto, Wakil Ketua Paguyuban TKP Abu Bakar Ali, saat didatangi di lokasi relokasi eks Menara Kopi, Kotabaru, Yogyakarta, Rabu (15/10/2025). Kawasan itu kini menjadi tempat sementara bagi para juru parkir dan PKL pascarelokasi dari kawasan Sumbu --Foto: Kristiani Tandi Rani/diswayjogja.id

YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Lima bulan sudah berlalu sejak deru kendaraan di kawasan Abu Bakar Ali (ABA) berganti dengan keheningan di eks Menara Kopi Kotabaru. 

Di tempat relokasi itu, para juru parkir dan pedagang kaki lima (PKL) seperti menunggu waktu yang enggan bergerak. 

Tak ada lagi deretan mobil wisata, tak terdengar lagi tawa pembeli yang dulu jadi penanda hidupnya ekonomi kecil di pusat kota. Kini, mereka berjuang di tengah sepi.

“Kami datang ke sini sebagai perwakilan teman-teman ABA, bukan untuk membebani siapa pun, termasuk Pak Wali. Kami hanya ingin menyampaikan bahwa situasi di sini benar-benar berat, nyaris tanpa pemasukan sama sekali,” kata Wakil Ketua Paguyuban Keluarga Besar Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali, Agil Suharyanto, saat ditemui di lokasi relokasi, Rabu (15/10/2025).

Kawasan eks Menara Kopi yang kini menjadi tempat sementara bagi para juru parkir ABA sebenarnya diharapkan menjadi solusi transisi. Namun, bagi banyak di antara mereka, tempat ini justru terasa seperti ruang tunggu panjang yang tak kunjung memberi harapan. 

Lokasinya jauh dari arus wisatawan, sulit dijangkau kendaraan pribadi, dan minim fasilitas pendukung.

BACA JUGA : Mari Icip! 8 Tempat Kuliner Lontong Balap Terlezat Surabaya, Garansi Cita Rasa Autentik dan Sedap

BACA JUGA : Dijamin Terenak! Mari Cicipi Ragam Jajanan Tradisional Surabaya, Terkenal Cita Rasa Kelezatannya

Ia mengungkapkan, kondisi sulit ini membuat banyak anggota paguyuban terpaksa mencari pekerjaan tambahan, bahkan ada yang pulang ke kampung halaman karena tak sanggup bertahan. 

“Kami bukan menolak kebijakan, hanya ingin ada perhatian yang lebih manusiawi. Kalau terus begini, bagaimana kami bisa hidup,” ujarnya lirih.

Ia juga menyinggung janji lama Pemerintah Kota Yogyakarta untuk menata kawasan Sumbu Filosofi, terutama di jalur Tugu menuju selatan, agar tidak lagi dilalui kendaraan besar. 

“Sesuai janji waktu itu, kami masih ingat betul. Bahkan sebelum saya dihadapkan dengan Pak Wali di rumah dinas, sudah disampaikan bahwa kawasan itu tidak boleh dilewati bus besar atau kendaraan berat. Tapi kenyataannya sampai hari ini, seolah dibiarkan,” jelasnya.

Penataan kawasan Sumbu Filosofi memang menjadi isu besar di Yogyakarta. Setelah ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO, kawasan itu dituntut menjadi ruang publik yang tertib, indah, dan nyaman.

Namun, di sisi lain, proses penataan tersebut turut mengubah nasib banyak warga kecil yang selama ini menggantungkan hidup di sana.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait