Pesantren Jadi Magnet Karakter Bangsa, Bupati Bantul Dorong Regulasi Nyata
Bupati Bantul Abdul Halim Muslih saat menyampaikan pandangan tentang pesantren sebagai magnet pendidikan dan kebangsaan dalam FGD di RM Parangtritis.--Foto: Kristiani Tandi Rani/diswayjogja.id
BANTUL, diswayjogja.id - Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menegaskan bahwa pondok pesantren bukan hanya pusat pendidikan agama, tetapi juga magnet pembentukan karakter kebangsaan.
Hal ini ia sampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) Kajian dan Penyusunan Rancangan Peraturan Bupati Bantul tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 4 Tahun 2024 tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren, di RM Parangtritis, Gabusan, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Senin (29/9/2025).
“Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tertua yang memiliki peran kebangsaan dan kenegaraan yang nyata, bahkan sejak perjuangan merebut kemerdekaan,” katanya.
Menurutnya, lahirnya Peraturan Daerah tentang Pondok Pesantren merupakan komitmen politik bersama antara pemerintah dan DPRD Bantul.
“Artinya, pemerintah bersama DPR memiliki keinginan yang sama: bagaimana pondok pesantren ini bisa didukung dan difasilitasi demi kemajuan pendidikan generasi muda kita agar menjadi generasi yang saleh secara agama, sosial, maupun kebangsaan,” ujarnya.
Ia menambahkan, peraturan daerah yang telah disahkan itu baru sebatas pernyataan politik. Karena itu, perlu dirinci dalam peraturan bupati agar bisa dijalankan secara teknis oleh organisasi perangkat daerah (OPD).
“Tentu saja hal ini memerlukan pemikiran bersama. Pemerintah perlu menyerap usulan dan aspirasi masyarakat pesantren agar regulasi ini benar-benar dapat dijalankan,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pondok pesantren adalah magnet perjuangan bangsa sekaligus pendidikan generasi.
“Sebagai contoh, peristiwa 22 Oktober yang kemudian ditetapkan Presiden Jokowi sebagai Hari Santri. Penetapan Hari Santri bukan untuk memperingati aktivitas santri menuntut ilmu, melainkan sebagai memori perjuangan santri dalam merebut kemerdekaan,” ucapnya.
Ia menekankan, pondok pesantren tidak bisa dilepaskan dari sejarah kemerdekaan Indonesia.
“Setelah 22 Oktober, terjadi perang besar di Surabaya pada 10 November, di mana santri, kiai, dan pondok pesantren terlibat aktif. Oleh karena itu, Presiden menerbitkan Perpres tentang Hari Santri tanggal 22 Oktober,” tuturnya.
Menurutnya, kehadiran regulasi tentang pesantren adalah wujud penghargaan dan dukungan nyata negara terhadap kiprah pesantren.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: