Bupati Bantul Ungkap Oknum Pengambil Sampah Buang Limbah ke Sungai demi Hindari Biaya
Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menyerahkan biopori kepada Panewu sebagai simbol gerakan pengelolaan sampah organik dari rumah tangga di Kabupaten Bantul.--Foto: Kristiani Tandi Rani/diswayjogja.id
BACA JUGA : Tinjau Program Mas Jos di Pakualaman dan Kraton, Hasto Komitmen Pengelolaan Sampah Berkelanjutan
Solusi Ada di Rumah Tangga
Ia menegaskan bahwa persoalan sampah di wilayahnya tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengandalkan teknologi maupun DLH.
Menurutnya, beban terbesar justru terletak pada rumah tangga yang menghasilkan sampah organik hingga 70 persen dari total timbunan harian.
“Jumlahnya terlalu banyak, sekitar 70 persen sampah adalah organik,” sebutnya.
Ia menjelaskan, mesin Intermediate Treatment Facility (ITF) belum mampu menjawab persoalan tersebut. Sampah organik yang masih basah justru membuat suhu pembakaran menurun, sehingga proses penguraian tidak berjalan maksimal.
“Mesin ITF pun tidak efektif. Ketika sampah basah masuk, suhu panas menurun dan proses pembakaran tidak maksimal. Sampah bisa jadi abu hanya jika benar-benar kering, kalau basah tidak bisa,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya tanggung jawab pengelolaan sampah dimulai dari sumbernya, yakni rumah tangga.
Ia menilai langkah tersebut lebih realistis dibanding sepenuhnya bergantung pada pengangkut sampah atau fasilitas pengolahan milik pemerintah.
“Maka menurut saya, cara paling efektif adalah rumah tangga harus bertanggung jawab mengelola sampah organiknya sendiri,” tegasnya.
Ia menambahkan, tidak semua pengambil sampah bekerja dengan tertib.
Banyak oknum yang justru membuang sampah sembarangan demi menghindari biaya pengolahan, sehingga memperburuk kondisi lingkungan.
“Kita tidak bisa sepenuhnya mempercayakan pengelolaan sampah pada pengambil sampah, karena banyak juga yang nakal. Kalau hanya mengandalkan DLH, beban akan terus menumpuk,” pesannya.
Menurutnya, problem ini bukan sekadar soal teknis, melainkan juga budaya yang sudah lama mengakar di masyarakat. Karena itu, perubahan perilaku menjadi kunci untuk memperbaiki sistem persampahan di Bantul.
“Ini memang problem kita, budaya yang sudah mengakar,” imbaunya.
Dorong ASN dan Kelas Menengah Jadi Teladan
Ia menekankan pentingnya gerakan biopori sebagai solusi untuk mengurangi timbunan sampah organik yang menumpuk di Tempat Pembuangan Sementara (TPS).
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: