MPBI DIY Desak Akuntabilitas Polri Usai Insiden Ojol Tewas Tertabrak Rantis Brimob

MPBI DIY Desak Akuntabilitas Polri Usai Insiden Ojol Tewas Tertabrak Rantis Brimob

Pengemudi ojol di Yogyakarta menggelar aksi pita hitam, doa bersama, dan tabur bunga di depan Polda DIY untuk mengenang Affan Kurniawan yang tewas tertabrak rantis Brimob.--Foto: Kristiani Tandi Rani/diswayjogja.id

BACA JUGA : Kasus Driver Ojol dan Pelanggan, Polresta Sleman Tahan Tiga Pelaku Penganiayaan

BACA JUGA : Ini Kronologi Ratusan Ojol Geruduk Polresta Sleman, Buntut Cekcok dengan Pelanggan

“Permintaan maaf dari Kapolri, penahanan anggota yang bersangkutan, serta pelibatan Propam dan Kompolnas dalam penyelidikan adalah langkah awal yang diperlukan,” ucapnya.

Namun, ia menekankan bahwa langkah itu tidak boleh berhenti pada tindakan reaktif semata. Menurutnya, insiden ini membuka ruang untuk mengevaluasi sistemik terkait pola penggunaan kekuatan oleh aparat. 

“Lebih lanjut, akuntabilitas sistemik harus dituntut. Jangan hanya berhenti di penanganan kasus per kasus,” tegasnya.

Bentuk Pelanggaran HAM Serius

Ia menegaskan bahwa insiden tewasnya seorang pengemudi ojol akibat tertabrak kendaraan taktis (rantis) Brimob merupakan pelanggaran serius terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). 

Menurutnya, kasus ini mencerminkan kegagalan negara dalam menjamin hak hidup dan keamanan warganya.

“Insiden ini tidak bisa dianggap peristiwa biasa. Dari sudut pandang HAM, ini adalah pelanggaran serius terhadap hak atas hidup dan keamanan sebagaimana dijamin konstitusi dan kovenan internasional,” jelasnya. 

Ia menegaskan, langkah awal yang harus ditempuh adalah investigasi menyeluruh dan transparan, bukan hanya sanksi administratif atau permintaan maaf semata. 

“Karena itu diperlukan investigasi independen, pemrosesan hukum yang jelas, dan pemberian kompensasi kepada keluarga korban,” imbuhnya.

Menurutnya, insiden ini sekaligus menjadi alarm bagi institusi keamanan untuk mereformasi prosedur dan manajemen demonstrasi. 

Ia menyebut, reformasi tersebut setidaknya harus mencakup tiga hal mendasar. 

“Pertama, pelatihan ulang angkatan keamanan dengan menekankan prinsip HAM. Kedua, rancang ulang SOP penanganan massa agar tidak berujung pada kekerasan. Ketiga, peran pengawas independen seperti Komnas HAM harus diperkuat demi menjamin transparansi dan keadilan,” sebutnya.

Lebih jauh, ia menyoroti bahwa korban berasal dari kelompok pekerja lapisan marginal yang kerap menghadapi risiko tinggi tanpa perlindungan memadai. 

“Kasus ini menambah dimensi sensitifitas kemanusiaan, sekaligus menunjukkan bagaimana lapisan masyarakat marginal seperti ojol sering berhadapan dengan risiko besar tanpa jaminan perlindungan negara,” tambahnya

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait