YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY membeberkan modus kredit fiktif yang terjadi di salah satu Bank BUMN Unit Banguntapan, Branch Office Adisucipto Yogyakarta.
Tiga orang resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit KUR, KUPEDES, dan KUPRA periode 2020–2024.
Aspidsus Kejati DIY, Dodik Hermawan, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati DIY memperoleh minimal dua alat bukti yang sah.
“Tiga saksi resmi kami naikkan statusnya menjadi tersangka dalam dugaan korupsi kredit fiktif pada Bank BUMN Banguntapan,” ujar Dodik dalam konferensi pers di Kejati DIY, Kamis (4/12/2025) sore.
BACA JUGA : Kejati DIY Tetapkan Tiga Tersangka Kasus Kredit Fiktif Bank BUMN Banguntapan, Kerugian Capai Rp3 Miliar
BACA JUGA : Penggeledahan BUKP Tegalrejo, Kejati DIY Dalami Dugaan Korupsi Miliaran Rupiah
Ketiga tersangka yaitu PAW, pegawai bank periode 2021–2023, SNSN, pegawai bank periode 2023–2024, dan SAPM, agen mitra UMI (Ultramikro).
Dodik membeberkan modus operandi yang dijalankan para tersangka. SAPM, selaku agen mitra UMI, menjadi aktor utama dalam mencari calon debitur.
“Dia mencari orang-orang yang bersedia meminjamkan identitas berupa KTP, KK, termasuk mencarikan surat keterangan usaha yang terindikasi fiktif,” jelas Dodik.
Dokumen itu lalu diserahkan kepada PAW dan SNSN untuk diproses sebagai permohonan kredit. Proses verifikasi lapangan dan wawancara nasabah juga dilakukan dengan arahan kedua pegawai bank tersebut.
BACA JUGA : Kejati DIY Telusuri Dugaan Aliran Dana dalam Kasus Korupsi Diskominfo Sleman
BACA JUGA : Kejati DIY Geledah Rumah Mantan Kadiskominfo Sleman, Sita Mobil dan Enam Jam Tangan
Setelah kredit cair dan masuk ke rekening debitur, SAPM mendatangi mereka untuk membantu membuat mobile banking. Melalui akses tersebut, SAPM kemudian memindahkan dana kredit ke rekening lain sesuai kehendaknya.
“Dana hasil pencairan digunakan untuk kepentingan pribadi SAPM. Sebagian nasabah hanya menerima 10–20 persen dari nilai kredit, tergantung besar pinjamannya,” tutur Dodik.
Modus ini terendus dari tingginya nilai Non-Performing Loan (NPL) di unit bank tersebut. Saat dilakukan pemeriksaan lapangan, ditemukan fakta bahwa sebagian debitur tidak pernah menerima atau menggunakan dana kredit.