JCW Desak Kejati Bongkar Aliran Dana Kasus Korupsi Internet Sleman, Curiga Ada Hantu Anggaran
Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan JCW, Baharuddin Kamba, memberikan keterangan pers terkait desakan penelusuran aliran dana dalam kasus dugaan korupsi proyek internet dan sewa DRC di Kabupaten Sleman.--Foto: Kristiani Tandi Rani/diswayjogja.id
SLEMAN, diswayjogja.id - Jogja Corruption Watch (JCW) mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY untuk membuka secara terang aliran dana dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bandwidth internet dan sewa Colocation Disaster Recovery Center (DRC) di Kabupaten Sleman.
Kasus tersebut menyeret mantan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Sleman, Eka Suryo Prihantoro (ESP), sebagai terdakwa.
Kasus ini ditengarai menyebabkan kerugian negara sebesar lebih dari Rp 3,5 miliar.
Berdasarkan hasil penyidikan, dari dua proyek tersebut, terdakwa ESP diduga menerima uang sebesar Rp 901 juta.
JCW menilai angka tersebut menunjukkan adanya dugaan keterlibatan pihak lain yang belum tersentuh proses hukum.
Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan JCW, Baharuddin Kamba, menegaskan bahwa Kejati DIY perlu membuka konstruksi keuangan dalam proyek tersebut secara menyeluruh, termasuk aliran dana dari awal proses pengadaan hingga pembagian hasil.
BACA JUGA : JCW Sebut Masyarakat Sipil Tidak Akan Diam, Kawal KUHAP dari Jalanan hingga Akademik
BACA JUGA : Rp 259 Miliar Mengalir Lewat Pengadaan Langsung Bantul, JCW Sebut Potensi Korupsi Tinggi
“Kasus korupsi bukan sekadar soal prosedur yang dilanggar, tetapi juga tentang siapa saja yang menikmati hasil dari uang negara. Maka aliran dana harus dibongkar secara menyeluruh,” katanya, Selasa (25/11/2025).
Ia menilai penanganan perkara korupsi tidak boleh berhenti pada satu nama, terlebih jika nilai kerugian negara jauh lebih besar dibandingkan jumlah uang yang diterima terdakwa.
“Jika terdakwa hanya menikmati sebagian kecil dari nilai kerugian negara, maka jelas ada pihak lain yang harus diungkap,” tegasnya.
Menurutnya, pola korupsi proyek pengadaan biasanya tidak terjadi secara tunggal.
Ia menambahkan bahwa sindikasi, mark-up, dan praktik kickback di lingkaran anggaran negara lazim melibatkan banyak aktor, mulai dari vendor, pejabat teknis, penentu kebijakan hingga pihak eksternal lainnya.
“Pengusutan aliran dana sangat penting agar penegakan hukum tidak berhenti di permukaan. Korupsi adalah kejahatan terorganisir, sehingga penyidik harus berani melihat lebih dalam,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: