DISWAYJOGJA – Pemda DIY menerima Sertifikat Inskripsi Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO, Kamis, 25 April lalu. Sertifikat diberikan Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek RI Hilmar Farid kepada Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X, di Plaza Insan Pendidikan Berprestasi, Kemendikbudristek RI, Jakarta.
Sri Paduka mengungkapkan komitmen Pemda DIY untuk menjaga dan melestarikan sumbu filosofi Yogyakarta untuk seterusnya.
BACA JUGA:Sri Sultan Terima Sertifikat Tanah Kasultanan dan Kadipaten, Sebut untuk Kesejahteraan Masyarakat
”Kami akan berupaya menjaga dan melestarikannya. Sumbu Filosofi Yogyakarta dengan nama The Cosmological Axis of Yogyakarta and its Historic Landmarks, kini tidak hanya menjadi milik Yogyakarta atau Indonesia, tetapi juga menjadi milik dunia,” ungkap Sri Paduka usai Penyerahan Sertifikat Inskripsi Warisan Budaya.
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Dinas Kebudayaan DIY Cahyo Widayat mengatakan, penyerahan sertifikat inskripsi warisan budaya kali ini merupakan acara seremonial resmi dari negara.
”Sebelumnya, Ibu Menteri Luar Negeri sudah menyerahkan sertifikat UNESCO sumbu filosofi ini kepada Bapak Gubernur DIY. Sedangkan acara hari ini penyerahan secara resmi dari negara,” katanya.
Selain Sertifikat Inskripsi Sumbu Filosofi Yogyakarta, Pemda DIY juga menerima Sertifikat Inskripsi Budaya Sehat Jamu sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO. DIY menerima sertifikat inskripsi Jamu Wellness Culture karena peran dan kontribusi Pemda DIY.
”Pemda DIY menjadi salah satu pendukung dan pengusulan pengajuan Jamu sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO bersama provinsi Jawa Tengah. Penetapan jamu sebagai Warisan Budaya Takbenda ini pada dasarnya melibatkan beberapa kementerian/lembaga sesuai prosedur nasional,” jelasnya.
Sementara itu, Hilmar Farid mengatakan, dengan telah diinskripsikannya sumbu filosofi dan jamu sebagai warisan budaya oleh UNESCO tentu Indonesia patut berbangga dan berbahagia. Namun, apa yang akan dilakukan menjadi pertanyaan yang harus dijawab bersama.
”Kita punya pertanggungjawaban yang tidak kecil. Kita tentu harus terus melakukan pelestarian dengan menjaga budaya. Dalam taraf sumbu filosofis Yogyakarta, secara keseluruhan tentunya harus betul-betul bisa kita pastikan dan tingkatkan amanat pelestariannya. Termasuk kemungkinan pengembangan pemanfaatannya, begitu juga dengan jamu,” ungkapnya.
BACA JUGA:Grebeg Syawal, Warga DIY Antusias Mendapatkan Ubarampe Gunungan Kakung
Hilmar menambahkan, pengembangan kebudayaan pada dasarnya diperuntukkan bagi kepentingan kemanusiaan. Untuk Yogyakarta telah menjadi saksi perjalanan sejarah panjang dan turut mengalami pasang surut konflik dari zaman kolonial. (*)