YOGYAKARTA (Disway Jogja) - Empat guru di SMAN 1 Banguntapan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), bakal dipanggil Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY-Jawa Tengah, terkait kasus dugaan pemaksaan berjilbab terhadap salah satu siswinya.
Empat guru yang akan dipanggil adalah dua guru bimbingan konseling (BK), guru agama, dan wali kelas SMAN 1 Banguntapan.
Kepala ORI Perwakilan DIY-Jateng Budhi Masturi mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan surat (panggilan) untuk guru BK, guru agama, dan wali kelas agar hadir memberikan penjelasan di Kantor Ombudsman.
Dua guru BK bakal dihadirkan pada Rabu (3/8), sedangkan guru agama dan wali kelas dijadwalkan pada Kamis (4/8).
BACA JUGA:SMA di Bantul Diduga Paksa Siswi Pakai Jilbab, Begini Kata Anggota Dewan
"Akan kami minta penjelasan terkait dugaan mereka memanggil siswi ke ruang BK, kemudian dipakaikan pakaian khas keagamaan (jilbab) itu," kata Budhi, Selasa (2/7).
Dikatakan ORI DIY-Jateng telah meminta penjelasan kepada Kepala SMAN 1 Banguntapan, tetapi yang bersangkutan mengaku tidak tahu menahu perihal kasus tersebut karena belum menerima laporan dari guru BK.
Agar terang benderang, pihak ORI DIY-Jateng akan memanggil guru-guru yang mengetahui detail kasus tersebut.
Budhi menyebut bahwa keempat guru itu akan dimintai keterangan terkait rangkaian awal kejadian sehingga muncul dugaan pemaksaan berjilbab.
Budhi menjelaskan kasus ini bermula dari seorang siswi baru kelas X SMAN 1 Banguntapan yang menangis histeris di kamar mandi sekolah selama satu jam pada Selasa (19/7).
Tim Ombudsman DIY yang saat itu tengah memantau penerimaan peserta didik baru (PPDB) di sekolah setempat menerima informasi tersebut.
Kemudian, ORI DIY-Jateng langsung meminta penjelasan kepada kepala sekolah.
BACA JUGA:Akibat Perbuatan Memalukan, Empat Pemuda di Bantul Dipaksa Menginap di Hotel Prodeo
"Kepala sekolah mengundang guru BK-nya, kemudian terkonfirmasi betul ada siswa yang menangis di toilet sekolah selama satu jam, tetapi kondisinya sudah dalam proses menenangkan diri di UKS," kata dia.
Berdasarkan keterangan yang didapat dari pihak sekolah, kata Budhi, siswi yang bersangkutan sedang ada masalah keluarga.
Keesokan harinya, Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) bersama orangtua siswi itu melaporkan bahwa anak mereka dipaksa mengenakan jilbab saat masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).
Siswi itu juga dilaporkan sempat mengurung diri di kamar kediamannya dan enggan berbicara dengan orangtuanya.
"Jadi, pada Rabu (20/8) pagi itulah orang tuanya melaporkan karena ada komunikasi (BK) lewat WA yang mengindikasikan hal itu berkaitan dengan pemakaian atau pemanggilan BK (terhadap sisiwi) itu," ujar Budhi. (*)