Sleman Jadi Daerah dengan Alokasi Dana Desa Tertinggi: Kemandirian Kalurahan Jadi Kunci Pemerataan Pembangunan
Suasana kampus di wilayah Sleman yang menjadi pusat pendidikan dan pendorong utama pertumbuhan ekonomi daerah, sekaligus sumber pajak bagi dana desa.--Foto: HO (IST)--
SLEMAN, diswayogja.id - Kabupaten Sleman menjadi salah satu daerah dengan rata-rata Alokasi Dana Desa (ADD) tertinggi di Indonesia.
Hal ini disebabkan oleh jumlah desa yang relatif sedikit, yaitu hanya 86 kalurahan, dengan total penduduk sekitar 1,1 juta jiwa.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sleman, Susmiarto, menjelaskan bahwa sumber alokasi dana desa di Sleman berasal dari berbagai pos anggaran pemerintah pusat dan daerah.
“Alokasi dana desa di Sleman bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta Dana Bagi Hasil (DBH) dari pajak dan retribusi daerah,” katanya saat ditemui, Sabtu (4/10/2025).
Menurutnya, dana dari APBN dialokasikan dalam bentuk ADD, sedangkan dari APBD terdapat Bantuan Keuangan Khusus (BKK). Selain itu, DBH pajak daerah seperti pajak hotel, restoran, dan retribusi juga menjadi penopang penting bagi pendapatan desa di Sleman.
BACA JUGA : DIY Prioritaskan Enam Fokus Pembangunan dalam APBD 2026, Targetkan Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas
BACA JUGA : Batal Gunakan APBD, Begini Persiapan Pemkab Sleman untuk Retreat Kepala Daerah
“Struktur ekonomi Sleman yang kuat, terutama di sektor jasa, pendidikan, dan pariwisata, membuat perolehan pajak daerah cukup besar. Ini secara langsung berdampak pada besaran dana desa yang diterima,” ucapnya.
Dari seluruh kalurahan di Sleman, Kalurahan Catur Tunggal tercatat sebagai penerima alokasi dana tertinggi. Wilayah ini berada di kawasan perkotaan yang padat dengan perguruan tinggi, hotel, dan pusat kuliner.
“Pajak hotel dan restoran serta nilai jual objek pajak yang tinggi membuat alokasi dana desa di Catur Tunggal mencapai Rp13 miliar,” tuturnya.
Sebaliknya, beberapa kalurahan di wilayah pinggiran menerima alokasi yang jauh lebih kecil, yakni sekitar Rp3 miliar per tahun.
Namun, ia menegaskan bahwa disparitas tersebut bukan tanda ketimpangan, melainkan konsekuensi dari karakteristik ekonomi masing-masing wilayah.
BACA JUGA : Jelang Orientasi Kepala Daerah Terpilih di Magelang, Pemkot Jogja Pantau Kesiapan APBD
BACA JUGA : APBD Merosot Tajam, Pemkab Sleman Akan Berlakukan Sistem Kerja dari Rumah, Masih Dalam Kajian
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: