Sleman Jadi Daerah dengan Alokasi Dana Desa Tertinggi: Kemandirian Kalurahan Jadi Kunci Pemerataan Pembangunan
Suasana kampus di wilayah Sleman yang menjadi pusat pendidikan dan pendorong utama pertumbuhan ekonomi daerah, sekaligus sumber pajak bagi dana desa.--Foto: HO (IST)--
“Perbedaan jumlah alokasi itu wajar, karena basis pendapatan tiap desa berbeda. Tapi secara rata-rata, desa di Sleman masih punya pendapatan lebih tinggi dibandingkan kabupaten lain,” jelasnya.
Ia mencontohkan daerah lain seperti Kabupaten Lombok Tengah, yang memiliki lebih dari 140 desa dengan alokasi yang jauh lebih terbagi.
“Dengan jumlah desa lebih banyak, otomatis pembagiannya lebih kecil. Sleman beruntung karena wilayahnya efisien dan punya potensi ekonomi tinggi,” ujarnya.
Ia menilai bahwa kondisi ini menjadi peluang besar bagi setiap kalurahan di Sleman untuk memperkuat kemandirian desa.
Ia berharap dana yang diterima dapat digunakan secara efektif, bukan hanya untuk kegiatan rutin, tetapi juga untuk mendorong inovasi dan pembangunan berkelanjutan.
“Kami terus mendorong agar dana desa digunakan untuk pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekonomi produktif, serta penguatan layanan publik di tingkat lokal. Dengan begitu, desa bukan hanya penerima dana, tapi juga motor pertumbuhan,” imbuhnya.
BACA JUGA : Dampak Efisiensi APBD, Yogyakarta Pangkas Anggaran, Dari RTLH Hingga Perjalanan Dinas
BACA JUGA : APBD Bantul 2025: Anggaran Belanja Makan dan Minum Rp22,8 Miliar Tidak Terkena Rasionalisasi
Ia mengatakan bahwa setiap tahun seluruh kalurahan di Sleman melaksanakan proses perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan kegiatan secara terukur dan transparan.
“Pendampingan kami mencakup seluruh tahapan, mulai dari perencanaan anggaran, pelaksanaan kegiatan, hingga evaluasi laporan keuangan. Tujuannya agar setiap rupiah benar-benar bermanfaat untuk masyarakat,” sebutnya.
Sleman menjadi daerah unik di DIY karena seluruh wilayahnya berstatus kalurahan, tidak ada kelurahan maupun pegawai negeri di tingkat desa. Semua aparatur merupakan perangkat desa yang digaji melalui dana pendapatan desa.
“Kemandirian kalurahan menjadi kekuatan tersendiri. Aparatur bekerja dengan pendekatan partisipatif karena mereka bagian langsung dari masyarakat,” tambahnya.
Selain mengandalkan dana transfer, desa-desa kreatif di Sleman kini menggali PADes melalui pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan aset non-pertanian.
BACA JUGA : Rasionalisasi APBD Bantul 2025 Tidak Berdampak Kepada Program di DPUPKP
BACA JUGA : Penurunan Alokasi Anggaran DPUPKP Bantul Pada APBD 2025 Mencapai Rp32 Miliar
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: