Dewan Pers: Kekerasan Terhadap Jurnalis Perempuan Masih Sering Terjadi

Dewan Pers: Kekerasan Terhadap Jurnalis Perempuan Masih Sering Terjadi

Diskusi daring bertema 'Prof Ichlasul Amal dan Gerakan Kebebasan Pers di Indonesia' pada Sabtu (14/12/2024) sore yang diinisiasi oleh Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR 2 Media).--Dok. Screenshot Zoom

YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Ketua Dewan Pers periode 2022 – 2025, Ninik Rahayu menyebutkan hingga kini kriminalisasi terhadap jurnalis di peradilan, baik melalui gugatan-gugatan perdata maupun KUHP masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) yang belum terselesaikan dengan baik.

Hal tersebut disampaikan dalam diskusi daring bertema 'Prof Ichlasul Amal dan Gerakan Kebebasan Pers di Indonesia' pada Sabtu (14/12/2024) sore yang diinisiasi oleh Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR 2 Media). 

"Kekerasan terhadap jurnalis perempuan juga masih banyak trejadi. Bahkan, berdasarkan hasil survei Aliansi Jurnalis Independen (AJI), terdapat 82 persen jurnalis perempuan pernah mengalami kekerasan seksual selama karier jurnalistik mereka," jelas Ninik. 

Namun, menurutnya, penyelesaian kasus tersebut cencerung tidak tuntas hingga kini, sehingga aturan yang telah dibuat seyogianya bisa membentingi para jurnalis dalam bekerja. 

BACA JUGA : Menteri PPPA: Pola Asuh Keluarga Penyebab Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan Meningkat

BACA JUGA : SIGAB Indonesia: 183 Kasus Kekerasan yang Menimpa Perempuan Difabel

"Legayc Ichlasul Amal adalah tidak memberi peluang sedikitpun untuk kriminalisasi terhadap pers," tegas Ninik. 

Direktur PR2 Media, Masduki menjelaskan sosok Ichlasul Amal merupakan Ketua Dewan Pers periode 2003 – 2010, atau setahun setelah purna tugas sebagai rektor UGM. Semasa hidupnya, almarhum Ichlasul Amal adalah sosok yang memberi andil besar terhadap kebebasan pers di Indonesia. 

"Pada periode kepemimpinan mantan rektor UGM tersebut, Dewan Pers melakukan penguatan jurnalisme, melalui terbitnya Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan konsisten mewujudkan kebebasan pers, termasuk di kampus-kampus. Meskipun, di tengah era digital yang sudah mulai menggurita hingga sekarang ini," jelasnya. 

Sementara itu, Dosen Sosiologi UGM, M. Najib Azca menilai bahwa figur Amal sulit tergantikan. Salah satunya, karena sebagai akademisi memegang teguh idealismenya.

BACA JUGA : Kasus Kekerasan Seksual Tinggi di Sleman, Pelaku Lansia Pencabulan Remaja Ditangkap Polisi

BACA JUGA : 10.000 Anak menjadi Korban Kekerasan, Kemendikdasmen Ajak Sinergi Multipihak

Najib merefleksikan dua hal tentang sosok Ichlasul Amal. Pertama, ia menjadi contoh nyata yang bisa menjadikan jurnalisme dan intelektualisme saling berkelindan sehingga keduanya menjadi arena yang saling menguatkan.

"Legacy beliau bersifat nilai, itu berlanjut, setelah beliau tidak lagi menjabat rektor, kemudian menjadi ketua dewan pers,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: