Terjerat Kasus Korupsi PTSL, Mantan Kades Kertayasa Dituntut Penjara 5 Tahun
PASRAH - Mantan Kades Kertayasa mendengarkan pembacaan tuntutan melalui sidang virtual di Lapas Tegal Andong.-HERMAS PURWADI/RADAR SLAWI -
SLAWI, DISWAYJOGJA - Mantan Kades Kertayasa, Kecamatan Kramat, SW, 50, tertunduk lesu ketika mendengar dirinya dituntut penjara 5 tahun dan diharuskan membayar denda Rp200 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar bakal diganjar 3 bulan kurungan.
Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum Didiek Prasetyo Utomo SH MH dan Musshofa SH di depan majelis hakim PN Tipikor Semarang yang dipimpin Bambang Setyo Widjanarko SH MH, dengan anggota DR Margono SH dan Lujianto SH.
BACA JUGA:Pungut Biaya PTSL Rp400 Ribu, Polres Tegal Tahan Mantan Kades Kertayasa
Kasi Intel merangkap Humas Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal Yusuf Luqita Danawiharja SH menyatakan, dalam tuntutanya JPU menyatakan, terdakwa terbukti secara sah menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
”Hal itu sebagaimana diatur dalam dakwaan kesatu pasal 12 huruf e UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” katanya Selasa, 7 Mei.
Dia menegaskan, terdakwa terlibat kasus tindak pidana korupsi Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada 2018. SW dinilai menyalahgunakan kewenangannya selaku kepala desa dengan menetapkan biaya pendaftaran tanah atau penerbitan sertifikat pada Program PTSL.
”SW menetapkan biaya pendaftaran tanah atau penerbitan sertifikat terbagi menjadi 2 kategori. Yakni, untuk bidang tanah yang sudah berakta atau memiliki bukti segel sebelum 1997 dipungut biaya sebesar Rp400.000. Sedangkan bidang tanah yang belum berakta dipungut biaya sebesar Rp800.000,” ungkapnya.
Menurut dia, SW selaku Kepala Desa Kertayasa telah membuat Peraturan Desa Kertayasa, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal Nomor 02 Tahun 2018 tentang Pungutan Dana Swadaya Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)/Prona di Luar Biaya Yang Ditanggung Pemerintah.
Dia menambahkan, terdakwa sempat menjabat kades pada 2018 dan berakhir 2019. Terkait dengan penggunaan uang atau kelebihan bayar ini, yang bersangkutan digunakan oleh pribadi diri sendiri dan dibagikan kepada perangkat desa, kepada panitia, dan lain-lain.
BACA JUGA: Wamen ATR/BPN Serahkan Sertifikat Program PTSL, Simbolis untuk 3 Desa
”Pembuatan Perdes ini menyalahi aturan. Karena menetapkan biaya di luar yang sudah ditetapkan pemerintah. Di sinilah modus yang digunakan oleh terdakwa agar masyarakat membayarkan sejumlah nominal di luar daripada yang sudah ditetapkan pemerintah. Harusnya Perdes tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi,” ungkapnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: