Hukum Menelan Air Ludah, Dahak dan Ingus Saat Puasa, Simak Penjelasan Berikut!

Hukum Menelan Air Ludah, Dahak dan Ingus Saat Puasa, Simak Penjelasan Berikut!

Hukum Menelan Air Ludah, Dahak dan Ingus Saat Puasa.-www.freepik.com-

DISWAY JOGJA - Saat berpuasa, seseorang diwajibkan untuk menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Agara puasa tetap terjaga, seseorang perlu menghindari hal-hal yang membatalkan puasa, salah satunya adalah memasukkan benda ke dalam organ bagian dalam (jauf). Ini digambarkan seperti menelan makanan atau minuman ke dalam perut melalui mulut.

Lalu, bagaimana hukum menelan air ludah, ingus, dan dahak? Dikutip dari NU Online, berikut penjelasannya!

Penjelasan Imam Nawawi Tentang Hukum Menelan Air Liur :

 ابتلاع الريق لا يفطر بالاجماع إذا كان على العادة لانه يعسر الاحتراز منه

Artinya: “Menelan air liur itu tidak membatalkan puasa sesuai kesepakan para ulama. Hal ini berlaku jika orang yang berpuasa tersebut memang biasa mengeluarkan air liur. Sebab susahnya memproteksi air liur untuk masuk kembali.” (Abi Zakriya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, Maktabah al-Irsyad, Jeddah, juz 6, halaman 341).

Air liur yang tidak membatalkan puasa ketika ditelan baik sengaja ataupun tidak ini mempunyai tiga syarat. Selama tiga syarat berikut terpenuhi, air liur yang kembali masuk ke tubuh, tidak membatalkan puasa.

 1. Air liur harus murni. Artinya tidak boleh ada benda lain yang merubah warna air liur itu sendiri. Seperti penjahit yang memasukkan benang ke dalam mulut. Kemudian pewarna benang tersebut ada yang mengontaminasi warna air liur sehingga tidak kembali putih atau bening. Maka hal itu membatalkan puasa. Atau pula ada orang yang air liurnya terkontaminasi oleh darah sebab luka pada gusi kemudian tertelan, juga membatalkan puasa.

2. Air liur yang masuk ke tubuh adalah air liur yang keluar dari tubuhnya sendiri dan tidak keluar dari batas ma’fu, yaitu bibir bagian luar. Di sinilah terdapat sedikit kemiripan antara batas dhahir wudhu dan shalat yang terjadi pada bab puasa. Jadi, air liur yang sudah keluar dari tenggorokan–yang semula dianggap sudah bagian luar- namun karena hajat, selama tidak melewati bibir luar, tidak membatalkan puasa.

3. Dalam menelan liur secara wajar sebagaimana adat umumnya. Apabila ada orang yang dengan sengaja mengumpulkan air liurnya sampai terkumpul banyak, baru kemudian ditelan dalam kondisi banyak tersebut, apakah membatalkan puasa? Ada dua pendapat yang sama-sama masyhur. Namun paling shahih adalah tidak batal. Sedangkan jika memang tidak sengaja, kemudian terkumpul banyak, para ulama sepakat, tidak membatalkan puasa tanpa ada perbedaan pendapat.

Penjelasan Tentang Hukum Menelan Ingus :

Dalam mazhab Syafi’i dijelaskan bahwa tertelannya ingus ke bagian dalam (jauf) ketika ingus sudah sampai di bagian luar hukumnya tergantung kondisi yang mengiringinya. Jika saat ingus berada di bagian luar (di atas tenggorokan) dan mampu untuk dikeluarkan (Jawa: dilepeh), tapi tidak ia keluarkan hingga akhirnya tertelan kembali maka puasanya dihukumi batal, sebab dalam hal ini ia dianggap ceroboh karena tidak mengeluarkan ingusnya. Namun, jika saat ingus berada di bagian luar tidak mampu ia keluarkan, misalnya karena terlalu cepat turun kembali ke bagian dalam (jauf) atau tertelan tanpa disengaja maka puasanya tetap dihukumi sah dan hal tersebut tidak membatalkan.

BACA JUGA : 10 Hal Yang Makruh Dilakukan Saat Berpuasa! Perhatikan Agar Puasamu Tidak Sia-Sia!

Perincian di atas sesuai dengan penjelasan dalam kitab Kifayah al-Akhyar :

ولو نزلت نخامة من رأسه وصارت فوق الحلقوم نظر إن لم يقدر على إخراجها ثم نزلت إلى الجوف لم يفطر وإن قدر على إخراجها وتركها حتى نزلت بنفسها أفطر أيضا لتقصيره

Artinya: Ketika ingus turun dari kepala dan berada di bagian atas tenggorokan maka hukumnya diperinci, jika seseorang yang puasa tidak mampu mengeluarkannya (Jawa: melepeh) lalu ingus itu turun kembali menuju bagian dalam (jauf) maka puasanya tidak batal, namun jika mampu untuk mengeluarkannya dan ia meninggalkan hal tersebut sampai ingus itu dengan sendirinya turun (Menuju bagian dalam) maka puasanya dihukumi batal, karena ia dianggap ceroboh (karena tidak mengeluarkan ingus). (Syekh Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayah al-Akhyar, juz 1, hal. 205).

Penjelasan Tentang Hukum Menelan Dahak :

Dalam putusan Lembaga Fatwa Mesir atau Dar al-Ifta' menyebutkan :

ذهب فقهاء الحنفية والمالكية، ورواية عند الحنابلة، إلى أنَّ الصائم إذا ابتلعَ بلغمًا أو نخامةً لم يفطر به، على اختلافٍ وتفصيلٍ

Artinya: "Para ulama fikih mazhab Hanafi, Maliki, dan riwayat Hanbali berpendapat bahwa seseorang yang berpuasa ketika menelan dahak maka tidak batal. Dengan perbedaan kondisi dan perincian".

Sedangkan di kalangan mazhab Syafi'i, dalam kasus menelan dahak dirinci menjadi dua pendapat. Dalam kitab al-Hawi al-Kabir karangan Imam Abul Hasan Ali bin Muhammad al Mawardi disebutkan :

وَأَمَّا النُّخَامَةُ إِذَا ابْتَلَعَهَا الصائم فَفِيهَا وَجْهَانِ : أَحَدُهُمَا : قَدْ أَفْطَرَ بِهَا وَالثَّانِي : لَمْ يُفْطِرْ بِهَا وَالصَّحِيحُ أَنَّهُ يُفْطِرُ ، فَإِنْ أَخْرَجَهَا مِنْ صَدْرِهِ ثُمَّ ابْتَلَعَهَا فَقَدْ أَفْطَرَ كَالْقَيْءِ ، وَإِنْ أَخْرَجَهَا مِنْ حَلْقِهِ ، أَوْ دِمَاغِهِ لَمْ يُفْطِرْ كَالرِّيقِ

Artinya: "Pendapat pertama, menelannya batal. Pendapat kedua, tidak batal dan pendapat yang shohih ialah batal. Jika dahak keluar dari dada kemudian ditelan maka batal, ini seperti muntah. Sedangkan jika keluar dari tenggorokan atau otak maka tidak batal, karena seperti ludah."

Selain itu, Dr. Syeikh Muhammad Hasan Hitoe seorang ulama ahli ushul fiqh dan pengajar di al-Azhar Mesir juga memberikan ulasan tentang hukum menelan ludah dalam Fiqh al-Shiyam-nya. Beliau menjelaskan dalam dua keadaan:

Keadaan pertama, bahwa keluarnya tidak sampai ke had dzahir (tempat huruf ح dari mulut), dahaknya keluar dari kepala sampai ke kerongkongan, tanpa keluar sampai had dzahir dari mulut. Hal ini tidak memudharatkan menurut kesepakatan ulama.

Keadaan kedua, sampai ke had dzahir dari mulut, ulama telah memberi catatan dengan makhraj huruf ح. Jika sampai had dzahir,  adakalanya mampu memutuskan dahak dan meludahkannya, dan adakalanya tidak mampu.

Beliau meneruskan, jika dia tidak mampu untuk memutuskan dan meludahkan ⅞nya sampai turun kembali ke rongganya, maka tidak memudaratkan karena dia tidak lalai. Sedangkan jika dia mampu memutuskan dan meludahkannya akan tetapi dia malah menelannya maka puasanya batal atas kesepakatan mayoritas ulama.

BACA JUGA : 6 Hal Yang Dapat Menghilangkan Pahala Puasa! Jangan Lakukan Agar Puasamu Tidak Sia-Sia!

Dari ulasan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa mazhab Syafi'i menganggap bahwa menelan dahak hukumnya membatalkan puasa. Sedangkan mazhab yang lain, tidak membatalkan tetapi dengan rincian kondisinya.

Maka jika kita berhati-hati, lebih pas mengikuti pendapat mazhab Syafi'i. Dari segi medis pun dahak memang sebaiknya dikeluarkan karena dahak mengandung bakteri atau infeksi. Tidak bermanfaat bagi tubuh, bahkan tidak juga menghilangkan dahaga.

Itulah penjelasan tentang hukum menelan air ludah, dahak dan ingus saat puasa. Semoga bermanfaat! (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: