Bupati Umi Azizah; Banyak Desa Wisata di Kabupaten Tegal yang Mati Suri
PENYERAHAN - Bupati Tegal Umi Azizah, saat menghadiri acara penyerahan simbolis pemenang lomba Desa Wisata, di Curug Serwiti Guci, Selasa (2/1).-YERI NOVELI/RADAR SLAWI -
BUMIJAWA, DISWAYJOGJA - Desa wisata banyak bermunculan di Kabupaten Tegal. Masyarakat berorientasi menciptakan wisata buatan yang cenderung dipaksakan dan biayanya juga tidak murah. Seiring berjalannya waktu, mereka terseleksi secara alami dengan sendirinya, dan kemudian tidak sedikit pula desa wisata yang dirintis kini mati suri atau bahkan kolaps.
"Desa wisata di Kabupaten Tegal memang banyak yang mati suri," kata Bupati Tegal Umi Azizah, saat acara penyerahan simbolis pemenang lomba Desa Wisata, di Curug Serwiti Guci, Selasa (2/1).
BACA JUGA:Toilet Umum Obyek Wisata Milik Pemkot Tegal Bakal Digratiskan
Kali ini, Pemerintah Desa Guci dan BUMDes Barokah Tirta meraih juara tiga untuk kategori desa sangat tertinggal, tertinggal, dan berkembang sekaligus juara favorit pilihan juri pada ajang Lomba Desa Wisata Nusantara Tahun 2023 yang diselenggarakan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT).
Menurut Umi, secara teori, sektor pariwisata dalam konteks ekonomi memiliki efek pengganda paling luas. Sebab, sebuah obyek wisata tidak hanya menghasilkan pendapatan bagi pengelolanya, tapi juga membuka peluang usaha lainnya seperti penjualan makanan, minuman, cendera mata, jasa penginapan dan jasa lainnya.
"Namun kiranya kita juga harus sadar bahwa wisata alam yang dikelola BUMDes ini merupakan perpaduan antara tujuan pertumbuhan ekonomi dengan kelestarian lingkungannya," ujarnya.
BACA JUGA:Pemkab Akan Ubah Wajah OW Guci, Rencana Loket dan Tempat Parkir Dipindah
Umi menyebut, pengelolaan potensi wisata alam yang ada di Guci ini setidaknya ada tiga pilar penyangga utama dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, yaitu kemajuan ekonomi, kelestarian ekologi, dan keadilan sosial.
Untuk menata dan mengelola lingkungan hutan, maka diperlukan kerja sama dan kolaborasi dengan masyarakat desa hutan, petani, pelaku usaha jasa pariwisata hingga KPH Perhutani.
"Sehingga mereka memiliki motivasi dan semangat yang sama untuk tidak merusak alam, atau jika perlu ada insentif yang disisihkan dari keuntungan pengelolaan objek wisata ini untuk bersama-sama pemerintah daerah melalukan pembinaan dan aksi-aksi sosial," ucapnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: