Sederet Fakta Unik Pabrik Gula Sragi di Pekalongan, Nomor 2: Bulu Kuduk Pasti Merinding

Sederet Fakta Unik Pabrik Gula Sragi di Pekalongan, Nomor 2: Bulu Kuduk Pasti Merinding

Gedung Pabrik Gula Sragi pekalongan--

 

DISWAY JOGJA - Siapa sangka, di tengah Kabupaten Pekalongan yang tenang, tersembunyi sebuah peninggalan zaman Belanda yang tak hanya tua, tetapi juga menawarkan sejuta pesona.

Pabrik Gula (PG) Sragi, demikian namanya, telah menyaksikan berjalannya waktu sejak berdirinya pada tahun 1928.

BACA JUGA:Misteri Asal Mula Desa Kalijambe di Pekalongan: Berawal dari Jejak Seekor Gajah dan Tokoh Pemberani!

Inilah yang membuat banyak orang bertanya-tanya, apakah PG Sragi adalah pabrik gula tertua di Indonesia? Mengungkap rahasia ini memang mengasyikkan!

1. Jejak Pabrik Gula di Tanah Jawa: Sejarah yang Menggoda

Bila kita berkenalan dengan jejak penggilingan tebu di Jawa, kita akan menemukan cerita menarik yang tak kalah memukau.

Sejarah pabrik gula di pulau ini tak dimulai begitu saja, melainkan pada pertengahan abad ke-17, di dataran rendah Batavia, yang sekarang kita kenal sebagai Jakarta.

Orang-orang Cina adalah yang pertama kali mengelola penggilingan tebu ini. Kemudian, di awal abad ke-19, industri gula modern muncul di Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat, yang dikuasai oleh para pedagang besar dari Inggris. Betapa meriahnya ragam cerita yang membentang!

2. Tradisi Menggelitik: Pengantin yang Digiling

Namun, simaklah, ada yang benar-benar unik di PG Sragi ini. Sebuah tradisi kuno yang terus dijaga, dikenal dengan sebutan Pesta Giling, membuat pabrik ini semakin memesona.

Tradisi ini, yang telah dilakukan secara turun temurun, adalah upacara pengharapan untuk kelancaran dan kesuksesan proses produksi gula. Sekilas, mungkin terdengar klasik, namun lihatlah lebih dalam.

BACA JUGA:Bingung Tempat Nongkrong di Pekalongan? Alun-alun Kajen Bisa Bikin Pasangan Makin Romantis!

Pesta Giling dimulai dengan iring-iringan meriah yang disebut "Panganten Glepung", yang sering diadakan dalam bentuk karnaval.

Ini adalah momen di mana semangat kreativitas dan keriaan meledak, memberikan semangat bagi setiap warga setempat. Namun, yang paling menarik adalah sosok "pengantin glepung".

Bayangkan, boneka pengantin ini terbuat dari tepung dan dirancang sedemikian rupa sehingga mirip manusia sungguhan.

Tidak hanya sekadar hiasan, pengantin glepung ini akan mengalami proses giling bersama tebu hasil petikan. Unik dan mencuri perhatian, bukan?

3. Keberkahan yang Mengalir: Dampak Positif bagi Masyarakat

Perjalanan kita di PG Sragi tak hanya menawarkan pesona visual dan tradisi kuno, tetapi juga membuka bab baru dalam kisah ini.

Terpancarlah dampak positif bagi masyarakat sekitar, yang tak dapat disangkal lagi merupakan buah manis dari keberadaan pabrik ini.

Pertama, melalui lapangan kerja yang tersedia, pendapatan masyarakat sekitar kian meningkat. PG Sragi memberikan peluang berharga bagi para penduduknya, memupuk kesejahteraan mereka melalui jerih payah di dunia gula.

BACA JUGA:Durian di Desa Lolong Pekalongan Selalu Jadi Komoditi Unggul Nasional? Ini Sederet Fakta di Baliknya!

Tak hanya itu, dampak kedua terasa dalam meredanya angka pengangguran. Pabrik Gula Sragi, seperti mercusuar dalam gelapnya laut, menawarkan cahaya harapan dengan menyerap tenaga kerja lokal.

Hasilnya, tingkat pengangguran di daerah ini dapat ditekan, memberikan stabilitas ekonomi yang sekaligus merangsang pertumbuhan.

Meningkatnya kesejahteraan masyarakat menjadi rangkuman indah dari dampak-dampak positif tersebut.

Pendapatan yang bertambah dan angka pengangguran yang merosot membawa sinar kebahagiaan bagi warga sekitar. Kini, mereka dapat menggapai mimpi dan mewujudkan harapan dengan lebih mudah.

4. Peninggalan Tak Tergantikan

PG Sragi telah menjadi saksi bisu bagi perjalanan gula di Indonesia. Tidak hanya sebagai pabrik tua, tetapi juga sebagai tempat di mana tradisi dan kesejahteraan merajut hubungan yang tak terpisahkan.

Dari pesta giling yang memukau hingga dampak positif yang dirasakan masyarakat, cerita ini menghadirkan kisah manis yang takkan hilang ditelan waktu.

Setiap lapisan sejarah, terjalin dengan penuh kasih dan dedikasi, terpatri dalam dinding-dinding pabrik ini.

Ketika berjalan di antara tiang-tiang penyangga PG Sragi, kita tak hanya melangkah dalam ruang fisik, tetapi juga dalam lembaran sejarah yang tak tergantikan.

Di setiap sudut pabrik ini, kita merasakan nafas zaman yang telah melintas, mengalir dalam setiap butir gula yang dihasilkan.

Mungkin PG Sragi bukanlah yang tertua, tetapi ia adalah jendela ajaib yang membuka pintu ke masa lalu.

Ia membuktikan bahwa warisan tak hanya dalam bentuk benda mati, tetapi juga dalam bentuk cerita dan nilai-nilai yang terus hidup.

Sebagai sebuah perpaduan manis antara keindahan tradisi dan kebanggaan masyarakat, PG Sragi mengajarkan kita untuk selalu merawat dan menghargai akar budaya kita sendiri.

Sebuah pelajaran manis yang akan terus berlanjut, seiring gula-gula indah yang terus mengalir dari PG Sragi, hingga masa-masa mendatang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: jogja.disway.id