SLEMAN, diswayjogja.id - Penerapan teknologi Wolbachia di Sleman disebut menjadi faktor penting menurunnya tingkat keparahan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
Hingga November 2025, tercatat 383 kasus DBD di Sleman, namun seluruhnya masuk kategori ringan dan tidak ada laporan kematian.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, Cahya Purnama, menyampaikan bahwa kondisi ini berbeda dengan tren tahun-tahun sebelumnya dan menunjukkan dampak nyata dari intervensi Wolbachia, bakteri yang ditanamkan ke dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti untuk menekan kemampuan virus dengue berkembang.
Teknologi Wolbachia adalah metode inovatif untuk mengendalikan penyakit demam berdarah (Demam Berdarah Dengue/DBD) dengan memanfaatkan bakteri Wolbachia yang dimasukkan ke dalam nyamuk Aedes aegypti.
Bakteri ini dapat menghambat penularan virus dengue dalam tubuh nyamuk, sehingga secara signifikan mengurangi risiko penularan DBD pada manusia.
“Saat ini semua kasus DBD kategorinya ringan. Ini sangat berbeda dari beberapa tahun lalu, dan penerapan Wolbachia menjadi faktor yang sangat berpengaruh,” katanya di Sleman, Jumat (21/11/2025).
BACA JUGA : Dinkes Yogyakarta 249 Kasus DBD Dalam 10 Bulan, Ajak Warga Terapkan PHBS
BACA JUGA : Sleman Tepis Wabah DBD Dengan Strategi Nyamuk Wolbachia, Kasus Ringan dan Tanpa Korban Jiwa
Wolbachia baru dilepas di wilayah Depok sebagai lokasi tahap awal implementasi.
Menurutnya, wilayah tersebut dipilih karena karakteristik sosial dan geografis yang padat penduduk sehingga meningkatkan efektivitas penyebaran nyamuk dengan bakteri Wolbachia.
Ia menjelaskan bahwa teknologi ini tidak serta-merta dapat diterapkan merata di semua area, karena keberhasilan penyebaran dipengaruhi kondisi lingkungan dan kebiasaan hidup spesies nyamuk.
“Wolbachia paling efektif di wilayah padat penduduk karena nyamuk Aedes aegypti itu antropofilik, hanya menggigit manusia, dan sifatnya multiple bite,” ujarnya.
Sementara itu, wilayah pertanian dan area terbuka dinilai kurang ideal untuk pelepasan nyamuk Wolbachia karena tidak menjadi habitat langgeng bagi populasi Aedes aegypti.
Karena itu, strategi distribusi dilakukan berdasarkan kebutuhan dan potensi keberhasilan.
BACA JUGA : Yogyakarta Siap Jadi Destinasi Wisata Kesehatan, RS Bethesda Ambil Peran