YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) menghentikan kegiatan usaha Golden Eagle International - UNDP (Golden Eagle) setelah ditemukan tidak memiliki legalitas operasional yang sah dan berpotensi menyesatkan masyarakat.
Keputusan tersebut diumumkan oleh Sekretariat Satgas PASTI, Hudiyanto, yang menjelaskan bahwa penghentian dilakukan usai proses klarifikasi terhadap perwakilan Golden Eagle dan sejumlah nasabah.
Klarifikasi itu dilakukan sebagai respons atas laporan masyarakat yang menerima penawaran program penghapusan utang bank dari Golden Eagle.
“Golden Eagle tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan kegiatan usahanya berpotensi menimbulkan kerugian bagi masyarakat,” ujar Hudiyanto dalam keterangan resmi, Selasa (14/10/2025).
BACA JUGA : Modus Korupsi ESP Terbongkar, Tambah Penyedia Fiktif untuk Minta Uang
BACA JUGA : Ojol Ngaku Auditor OJK, Tipu Mahasiswi hingga Rp36 Juta Lewat Aplikasi Pinjaman
Dalam pertemuan klarifikasi yang dihadiri oleh anggota Satgas PASTI dari berbagai instansi, termasuk Bareskrim Polri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Digital, BKPM, BIN, BSSN, dan PPATK, ditemukan sejumlah fakta penting.
Golden Eagle diketahui menawarkan program penghapusan utang bank dengan klaim memiliki 24 dasar hukum, tidak dapat menjelaskan dasar hukum yang diklaim tersebut, tidak memiliki badan hukum di Indonesia dan tidak memiliki izin operasional resmi.
"Atas temuan itu, Satgas PASTI menegaskan bahwa kegiatan Golden Eagle dihentikan karena tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," katanya.
Selain program penghapusan utang, Satgas PASTI bersama Pemerintah Kota Yogyakarta juga menemukan dugaan penawaran program pembiayaan investasi non-APBN/APBD oleh Golden Eagle.
BACA JUGA : Sri Sultan Tekankan Bank Pembangunan Daerah Lakukan Transparansi Keuangan Desa
BACA JUGA : Pemkot Yogyakarta Terima Rapor Kinerja Keuangan dan Fisik, Hasto Sebut Keep On The Track
Dalam penjelasannya, Golden Eagle mengklaim dana bersumber dari likuiditas makroprudensial Bank Indonesia dan Asset Management Unit dari bank pelaksana.
Skema yang ditawarkan mencakup hibah proyek, investasi murni, serta pembukaan joint account antara penjamin dan kepala daerah.
"Namun, hasil klarifikasi menyimpulkan bahwa skema pembiayaan tersebut tidak memiliki dasar legalitas resmi dan berpotensi menyesatkan, baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat," jelasnya.