JOGJA, diswayjogja.id - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Republik Indonesia yang berencana merancang kebijakan mengenai perlindungan anak-anak di ruang digital khususnya media sosial (medsos).
Peningkatan literasi digital dan kecakapan digital dianggap menjadi satu langkah awal untuk perlindungan anak di ruang digital.
Pakar digital sekaligus peneliti Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM), Hafiz Noer berpendapat pemerintah perlu menentukan metode dan sasaran dalam wacana kebijakan ini.
Menurut Hafiz penetrasi literasi digital dan adaptasi masyarakat sejatinya bukanlah inisiatif baru. Malahan gerakan masyarakat dan lembaga non pemerintah saat ini sudah merintis berbagai program untuk meningkatkan literasi digital masyarakat, baik melalui platform maupun edukasi.
BACA JUGA : PWNU DIY Usulkan Pemerintah Buat Aturan yang Melarang Anak-anak dan Remaja di Bawah 16 Tahun Gunakan Medsos
BACA JUGA : Cegah Hoax, Bawaslu Perketat Pengawasan Antisipasi Pelanggaran Kampanye Medsos
“Saya kira hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengevaluasi kebijakan sebelumnya yang telah dilakukan oleh Kominfo. Kami di CfDS bersama Kominfo dan LSM lain juga telah bersinergi dan masih berjalan sampai sekarang,” kata Hafiz pada Sabtu (18/1/2025).
Selain itu Hafiz menilai penting bagi pemerintah untuk melihat sebuah kebijakan sebagai langkah progresif, bukan hanya inisiatif baru.
Apa yang telah dilakukan sebelumnya lanjut dia perlu dievaluasi untuk melihat kekurangan dan menentukan langkah yang akan diambil.
Menurut Hafiz perlindungan anak-anak di ruang digital bisa dimulai dengan peningkatan literasi digital dan kecakapan digital.
BACA JUGA : Pakar UGM Desak Vaksinasi Menyeluruh Terakait Kasus PMK yang Kembali Melonjak
BACA JUGA : Rencana Kenaikan Upah Minimum 6,5 Persen di Jogja Tuai Pro Kontra dari Pakar UGM dan Koordinator MPBI DIY
Mata pelajaran literasi digital sempat diusulkan agar dimasukkan dalam kurikulum merdeka. Jenis pelajaran ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Sayangnya, pembelajaran digital ini pada akhirnya tidak dimasukkan sebagai mata pelajaran utama melainkan hanya sebagai bimbingan belajar.
“Dibedakan antara kecakapan digital dan literasi digital. Memang penting untuk memahami cara menggunakan perangkat word, membuat coding, tapi jauh lebih penting untuk mempelajari etiket dan netiket berdigital,” tegas Hafiz.