diswayjogja.com - Kawasan Keraton Yogyakarta terdiri dari berbagai ruang terbuka dan bangunan berdiri kokoh yang berdiri di area seluas 14.000 meter persegi.
Bangunan-bangunan yang ada di area tersebut digunakan sebagai tempat tinggal sultan, keluarga dan para abdi dalem. Selain itu, ada juga bangunan laij yang memiliki nama dan fungsi tertentu.
Untuk arsitektur keraton langsung dirancang oleg Sri Sultan Hamengkubuwono I yang sekaligus merupakan pendiri Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta terdapat salah satu bangunan penting yang dikenal dengan nama Siti Hinggil. Penasaran dengan bangunan ini? Simak ulasan selengkapnya dibawah ini.
BACA JUGA : Majukan Ekonomi Syariah Yogyakarta Lewat acara SiBakul Halal Festival
BACA JUGA : Optimalisasi Pengelolaan Keuangan Bantu Kesejahteraan Masyarakat Yogyakarta
Tentang Siti Hinggil
Dilansir dari laman kratonjogja.id, nama Siti Hinggil berasal dari istilah dalam Bahasa Jawa, yaitu “siti” yang artinya tanah atau area, serta “hinggil” yang artinya tinggi.
Sehingga Siti Hinggil dapat diartikan sebagai tanah atau area yang ditinggikan dengan fungsi filosofis sebagai tempat resmi kedudukan Sultan saat Miyos dan Siniwaka.
Miyos adalah kondisi dimana Sultan beserta pengiringnya meninggalkan kediamannya, sedangkan Siniwaka adalah ketika Sultan Lenggah Dampar atau duduk di singgasana.
Singgasana tersebut terletak di Bangsal Manguntur Tangkil yang digunakan pada saat penobatan (upacara Jumenengan) atau pada saat kraton menyelenggarakan upacara Pisowanan, Garebeg Dal, dan lain sebagainya.
BACA JUGA : Pemkot Yogyakarta Gelar Acara Gender Champion Award 2024
BACA JUGA : Ajak Praktisi Humas Kulik Sumbu Filosofi Yogyakarta Melalui Kompetisi
Sejarah Pembangunan Siti Hinggil
Pembangunan Siti Hinggil dilakukan bersama dengan pembangunan Keraton Yogyakarta oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada 1755.